Kalau pagi
kubiarkan mentari menghampiri
menyapa dengan hangat dan sinarnya
Ramah, dan kubalas sapa "Selamat Pagi"
Pagi, jangan diingkari
Hanya akan semakin mematri
biarkan saja
Karena akan selalu sama
dan kau akan terbiasa
Senyum pada mentari
karena dia akan semakin angkuh, ketika siang menjelang
untuk hari dan hati
Yang akan menjauh tak tersentuh
Sapa dengan caramu
dia absurd tak terdefinisi
Dia hanya penyapa
dan pertanda masa
Sunday, August 30, 2009
Saturday, August 8, 2009
bukan disini

jangan dekati api
hanya untuk merasakan panas
lepaskan pisaunya
tak perlu digoreskan
dengarlah yang dihati
yang kau rasa selalu sama
cukup dibayangkan
bayang-bayang hilang kala pijar memudar
tunggu sampai sinar datang
karena tak perlu kau pecahkan perca-perca
untuk memuaskan nafsu
jika sampaipun
kelam yang akan menyelimuti
lepaskan..
jika itu membebanimu
tangis akan berujung
malam akan berganti
cerita akan berlanjut
tapi bukan disini
ditempat yang seharusnya
Friday, August 7, 2009
Di Bawah Pohon Randu Tengah Sawah
Tertegun melamun
Badan tua nan rapuh
Bergoyang tertiup bayu
di bawah pohon randu yang meranggas terkikis musim kemarau
Bulir hijau tampak bergoyang serempak
bukan padi, tapi kedelai
Keriputnya adalah bukti nyata kegigihannya melawan usia
Senja yang menggerogoti harinya
melemahkan koordinasi tubuhnya
Angin musim kemarau yang berpentas
kesana kemari membawa kabar-kabar
tentang siang siur
cerai, bunuh diri, kdrt, korupsi, gosip, gelanggang kampanye dan semua warta
Dia tak mengerti dan tak mau mengerti
Sejenak dia telan ludahnya untuk membasahi kerongkongannya
Sejenak kemudian dia berbisik, berdoa memulai harap
untuk istrinya yang kian kusut di ranjang tua
badannya mengurus dan mengering
termakan penyakit tanpa obat
Badan tua nan rapuh
Bergoyang tertiup bayu
di bawah pohon randu yang meranggas terkikis musim kemarau
Bulir hijau tampak bergoyang serempak
bukan padi, tapi kedelai
Keriputnya adalah bukti nyata kegigihannya melawan usia
Senja yang menggerogoti harinya
melemahkan koordinasi tubuhnya
Angin musim kemarau yang berpentas
kesana kemari membawa kabar-kabar
tentang siang siur
cerai, bunuh diri, kdrt, korupsi, gosip, gelanggang kampanye dan semua warta
Dia tak mengerti dan tak mau mengerti
Sejenak dia telan ludahnya untuk membasahi kerongkongannya
Sejenak kemudian dia berbisik, berdoa memulai harap
untuk istrinya yang kian kusut di ranjang tua
badannya mengurus dan mengering
termakan penyakit tanpa obat
Layang-Layang

Bergerombol anak anak
diantara pematang sawah
hijau kedelai yang masih 3 bulan menyemarakkan perayaan
Perayaan sederhana
untuk anak anak yang tak sanggup membeli komputer
atau sekedar ke warnet bermain game online
Teriakan teriakan menandakan keceriaan
lepas dari semua permasalahan yang menanti
Berkelok kelok gemulai
mengikuti arah angin
Yang berekor panjang diam angkuh
mencongak diantara yang lain
Ketika sang usil menyentil
Di ulurnya panjang-panjang
didekati sesaat
lalu ditarik kejam
Yang kalah terbang tak tentu
Dikejar teriakan riang dan bersemangat
Sang usil nan angkuh berdiri kokoh diatas
benangnya bergelas
Sang empu tersenyum puas
Menunggu surya turun ke peraduan
keriangan tak kan padam
Esok sore akan terus berulang, hingga angin musim kemarau lelah menyapa
dan menghilang diantara semak semak dan pepohonan yang rindang
Bocah
Merunduk diantara tanah kering di tengah sawah
seutas pelepah kulit pisang menggantung di pundaknya
Menggenggam erat senjata pamungkasnya
dari selongsong tangkai daun pisang
Di sampingnya berbisik menahan tawa
Sang teman memberi aba-aba
Satu temannya lagi tergeletak lunglai tak bergerak di seberang petak sawah
“Cari geranat”
Sang bocah kuncung kebingungan
menggerak gerakan bola mata tanda tak mengerti
Sang teman bergerak sigap, diantara terasering yang kian tandus karena hujan tak kunjung datang
Sambil merunduk ditariknya sebuah ketela pohon dibelakangnya
Matanya terpejam, bersemangat menarik ketela yang beranjak keras batangnya
Tercabut juga ketela kecil itu, di ujung akarnya ada 2 bulir ketela yang belum siap dipanen
Sang kawan berbagi
“Ini untukmu, ini untukku”
“Gunakan sebaik baiknya” mantap sang kawan memberi perintah
Hanya angin yang terdengar menggoyang goyangkan daun daun ketela pohon
Diantara hutan ketela pohon itu pasti musuh sedang mengintai
mereka menang jumlah, setelah kawan sang bocah mati terkapar di berondong peluru.
Matahari menyengat tajam ke kulit-kulit legam mereka
“Mereka mengadu siasat”
Sang bocah lari kesamping, menyusuri sungai yang mulai kering tak tersentuh hujan
Dari semak semak, mengintip hati hati ke arah atasnya
Tiga orang musuh sedang merunduk mengawasi keadaan,
mereka tak berpencar
tak menyadari bahaya
Namun tiba-tiba ketiga musuhnya berlarian kalang kabut
Kedua kawannya juga
Penasaran, dia naik dari semak semak sungai
Kawan-kawannya tak sempat memberi tahu
Ketika berada diatas dan tersadar, diantara hutan ketela pohon
sebuah cengkeraman menggenggam lengannya,
ditengoknya, diantara silau matahari, terlihat mata yang begitu buas memandangnya
“Ah, polisi dunia menangkapku,
padahal perang dunia hampir kami menangkan”
Meringis dia teringat kisah perang dunia yang diceritakan Bu Guru tentang perang dunia tadi pagi
seutas pelepah kulit pisang menggantung di pundaknya
Menggenggam erat senjata pamungkasnya
dari selongsong tangkai daun pisang
Di sampingnya berbisik menahan tawa
Sang teman memberi aba-aba
Satu temannya lagi tergeletak lunglai tak bergerak di seberang petak sawah
“Cari geranat”
Sang bocah kuncung kebingungan
menggerak gerakan bola mata tanda tak mengerti
Sang teman bergerak sigap, diantara terasering yang kian tandus karena hujan tak kunjung datang
Sambil merunduk ditariknya sebuah ketela pohon dibelakangnya
Matanya terpejam, bersemangat menarik ketela yang beranjak keras batangnya
Tercabut juga ketela kecil itu, di ujung akarnya ada 2 bulir ketela yang belum siap dipanen
Sang kawan berbagi
“Ini untukmu, ini untukku”
“Gunakan sebaik baiknya” mantap sang kawan memberi perintah
Hanya angin yang terdengar menggoyang goyangkan daun daun ketela pohon
Diantara hutan ketela pohon itu pasti musuh sedang mengintai
mereka menang jumlah, setelah kawan sang bocah mati terkapar di berondong peluru.
Matahari menyengat tajam ke kulit-kulit legam mereka
“Mereka mengadu siasat”
Sang bocah lari kesamping, menyusuri sungai yang mulai kering tak tersentuh hujan
Dari semak semak, mengintip hati hati ke arah atasnya
Tiga orang musuh sedang merunduk mengawasi keadaan,
mereka tak berpencar
tak menyadari bahaya
Namun tiba-tiba ketiga musuhnya berlarian kalang kabut
Kedua kawannya juga
Penasaran, dia naik dari semak semak sungai
Kawan-kawannya tak sempat memberi tahu
Ketika berada diatas dan tersadar, diantara hutan ketela pohon
sebuah cengkeraman menggenggam lengannya,
ditengoknya, diantara silau matahari, terlihat mata yang begitu buas memandangnya
“Ah, polisi dunia menangkapku,
padahal perang dunia hampir kami menangkan”
Meringis dia teringat kisah perang dunia yang diceritakan Bu Guru tentang perang dunia tadi pagi
Subscribe to:
Comments (Atom)