Wednesday, September 30, 2009

Pujangga Malam

Mengumpulkan serpihan cerita
Duduk khusyu' di bawah pelita malam
diantara bintang dan bulan

Di pilah-pilah cerita
Satu untukku
Satu untukmu
Satu untuk yang terlewatkan
Dan satu untuk esok malam

Memeluk Malam

Takkan terengkuh
dingin dan kelam
Waktu untuk dihentikan
deru dan redam

Ditabur kala senja menjingga
Dituai kala pagi beranjak
Bukan sebagai penghias
tapi pengisi drama

Sepi terusir oleh kelam
Gending menderu deru
di alam yang terlupakan

Cerita berlanjut hingga
kehangatan datang
dan memelukmu mesra

Menunggu

Hingga terombang ambing
Siapa terikat?
Gelombang menyeretnya gemulai
hingga tiba di tapal batas
aku menunggu.

Hilang

Pandang mengabur
Ucap lirih membisu
Dengar desir lirih terakhir
Cium tinggal hampa penuh sebak
Halus kasar hilang berganti tawar

Sinar terserap kelam
Siang tergeser ke peraduan
dingin mencengkeram
Kelu bertakhta di singgasana jiwa

Jiwa-jiwa melayang
terombang ambing terpendar
Hilang makna cinta
hanya sisa rayu dan tipu

Tersesat di rimba lebat
sendiri, kelu untuk sekedar berbisik

Maknaku terus terkikis
oleh dosa dan hina
Waktu tak kunjung bersua
Kutunggu hingga aku kehilangan makna
Lagi..dan lagi
dan waktu terasa lama

Thursday, September 10, 2009

Pemberhentian

Yang sempat kupertanyakanIni begitu cepat, saat aku mulai akrab dengan perjalanan

Aku tertegun
Mungkin aku yang baru tersadar
Atau belum rela akan akhir sebuah cerita sederhana

Kelu sejenak menatap dimensi normal yang akan kujalani
Sebuah kisah lagi, yang terpisah ratusan ribu kaki jauhnya
Tak apa, sudah kutitipkan
Pada waktu, malam dan hujan


sepanjang bandung-madiun 10 september

Bunga-bunga Mimpi

Ini cerita malam
Bukan dongeng
Bukan juga sinetron, drama, opera atau film-film
yang mengisi lembaran mimpi orang-orang terjaga

Cerita yang kukenal tapi tak bisa kuceritakan
Cerita yang nyata tapi tak bisa kuingat
Cerita yang melankolis tapi tak bisa kutangisi

Cerita tentang aku, dan aku saja
Mungkin diantara seribu kisah lain, ketika kereta melesak menembus kelamnya malam
yang berpacu dengan waktu

Yang sejenak tersadarkan beberapa saat di pemberhentian
Ketika lalu lalang, suara-suara gaduh mengadu
Menjajakan cerita panjang kehidupan

Masih tak bisa kuceritakan
Masih tak bisa kuingat
Masih tak bisa kutangisi

Atau kaubiarkan sejenak lagi
Siapa tahu cerita akan berbeda di kesudahannya

Gadis Berbaju Merah Muda

Hei,kau yang berbaju merah muda!
Kau yang melambai pada kami
Diantara ilalang-ilalang dan rumah tua

Siapa engkau?
Wajahmu tampak bersahaja
Terkumpul diantara potret-potret dinding kaca kereta yang retak

Siapa engkau?
Potretmu sempat kusimpan
Namun wajahmu urung kuingat
Ah biarlah, nanti kuberikan potretmu
Jika kita bertemu
Kereta ini melaju meninggalkan batas ruang dan dimensi kita sejenak tadi

Menjemput Malam

Kau tahu malam?
Sekarang aku sedang mencari dan mengejarnya
Berharap bisa berkelana, berkenalan dan bercengkerama lama

Jika kau bersama malam
Kabari aku, dimana
Biarkan aku kesana, menjemputnya

Meninggalkan sore

Yang tertinggal disana
Di tempat kereta ini menyambutku
Di awal perjalanan yang melelahkan ini
Kutinggalkan secuil mozaik jiwaku

Secuil saja
Hanya secuil yang bisa melengkapiku

Di sana, dibawah langit sore yang kian menjingga
Yang memudarkan warna biru agung
Kuberharap ada yang akan menjaganya
Hingga nanti kukembali

Lantunan doa kuucap lirih
Sangat lirih
Seirama dengan gemerisik gesekan rel

Kutatap lagi jingga yang kian kelam
Berharap penuh ini abadi
Sampai kembali dan kususun kepingan jiwaku
Hingga utuh lagi

Wednesday, September 9, 2009

Puisi malu

nb: klik gambar untuk melihat lebih jelas

Menjaring Cahaya

Menjaring cahaya
Yang akan kulakukan pagi ini
Ketika mentari masih ramah, dimasa indah emosinya
Masih di berikan yang terbaik untukku

Cahaya cahaya
Yang kusimpan hingga nanti malam
Karena aku takut seperti semalam
saat mendung menyelimuti penjuru langit
Memisahkanku dengan sahabat-sahabatku
Aku sendirian dalam gelap

Tapi, akan kutaruh dimana nanti?
Di dadaku yang sudah terisi penuh sebak?
Di mataku yang sudah terisi penuh kelam?
Di hatiku yang sudah terisi penuh beban?
atau dimana?
Atau boleh kutitipkan padamu?
Asal kau tak keberatan dan tak membuatmu begadang satu siang ini

Tuesday, September 8, 2009

Menanti di Ujung Batas

Yang terdengar hanya bisikan angin
di tempat yang sunyi
Bertemankan senja
Aku berdiri
Waktu bergerak, melewatiku rapi berbaris teratur

Terpana kedepan
melihat hamparan ladang cerita
yang terpisah oleh jutaan dimensi

Terpana kedepan
masih ke hamparan ladang cerita
mencari sosokku disana
Melihat dan berharap

Diantara kerumunan itu
Kumelihatmu melihatku
Berjalan pelan, menyibak arus
Berjalan ke arahku

Disini, aku menantimu di ujung batas

Sunday, September 6, 2009

Sepanjang jalan


Jalannya lurus
Jalannya berkelok
Jalannya memutar
Jalannya buntu
Jalannya sempit
Jalannya terjal
Jalannya sesak
Jalannya sunyi
Jalannya mendatar
Jalannya mendaki

Pastilah jalan yang akan dan telah kau lalui



*saat hari berganti dan kantuk tak jua datang

aku letakkan disini


Aku letakkan disini
dan ambillah
Tak kan usang
Tak kan sirna

Tak usai kita menunggu
Untuk semi atau gugur
panas atau penghujan
maka ambillah

Aku letakkan disini
silahkan kau ambil kapan saja



nb: image

Saturday, September 5, 2009

story of weather

tidurlah di bawah rembulan


Wahai kau yang dijaga peri-peri malam
Dibelai angin malam bulan september
Meringkuk di selimut awan
Meranjut mimpi diantara simfoni alam
Berjalanlah..
Mendekatlah..
Duduklah disini, di sampingku

Duduklah dan mendekatlah
akan kuceritakan sepotong dongeng bulan
kisah di malam-malamnya

"Alkisah, seorang putri dirundung muram
hatinya kesepian
kebahagian semu yang hanya dia dapatkan
taburan intan permata mendinginkan setiap sel hatinya..

Dia menangis, berontak untuk sebuah cerita
berkedok hulabalang ia menerjang
menghancurkan setiap kukungan

Terlepaslah dia disebuah simfoni
tentang hijau
tentang perdu
tentang biru
tentang syahdu
tentang kelu
tentang semu
tapi sepi yang menjawabnya

Terkisah, matanya menangkap
dan hatinya gundah
merasakan sebuah perbedaan

Selintas dan wajahnya terukir jelas
saat terbuka maupun terpejam
saat sadar maupun berkhayal
gelombang menerjang
memupuskan alur energinya

Siang dan malam, wajahnya terpajang
di taman, di bangku, di tanah, di awan, di kayu
di setiap kerdipan
di sisakan sedetik saja untuknya, untuk melupakan

Waktu berjalan pelan
lurus kaku tak menoleh
hatinya kian sunyi
kian senyap
oleh pendatang misterius

30 hari lamanya sang putri menanti
untuk melihatnya
dibalik semak atau kayu reot penahan gubuk

saat menunggu lagi hatinya menepis
merapuh di batas terdalam
saat itu bayang-bayang menyurut
hingga kebatas pandangan

Darahnya menyusut
menyatu, menyisakkan tulang-tulang yang akan berserakan
dan waktu masih berjalan pelan
memberinya kabar, setengah perjalanan untuk candu senyumnya

Saat mata mengatup, alam mengiba
menyisakan nyanyian kosong
diantara selalu kelam yang sentiasa setia

Alam memanggilnya, duduk disamping kanan
memberi senyum
jiwanya dibasuh, dinisbikan dari kelam
diletakkan di pigura langit malam

Ah, jiwanya masih setengah ada
alam meniupnya
memberinya tangis dan tawa
sedih dan senang
benci dan cinta

Tapi semua terlepas
tersisa cinta, yang tergumul diantara sesak"

Masihkah kau disana?
Mendengarkan kisahku
tentang rembulan malam
Mungkin dia sedang melihat kita, atau aku saja?
Ah, tapi biarlah karena memang begitu kisahnya

Thursday, September 3, 2009

V. Sunyi

Angin yang menemaniku berangkat
Mendung yang mengajak ku bercanda
Hujan yang menghiburku, menyembunyikan tangisku dengan aernya
Mentari yang menuntunku, mendorong kembali asa yang terlanjur terpatri
Bulan yang mendengarkan ceritaku
Aer tempatku menumpahkan beban bebanku
Api yang menghangatkanku saat dingin menyapa

Siang untuk senyumku
Malam untuk tangisku

Dan sunyi untuk diriku, hatiku dan hidupku

* yang panjang dan melelahkan, saat senyum tak kukenali lagi

IV. Luka

Terterjang pisau waktu
Menerkamku dari semua penjuru
Tak terperi
Diamku yang akan menceritakannya padamu

Karena diamku yang mengantarmu pergi
yang terikat erat, menganga saat di tarik paksa
Mengelamkan dibalik bayang-bayang
dunia membalikku dalam ketidakberdayaan

Diamku mengantarmu
karena aku ragu bisa tersenyum lagi untukmu

III. Jarak




Terbentang jauh
antara kita
dibelahan yang berbeda

Waktu seakan tak seirama
memudarkanmu

Bukan dari tempatmu bersemayam dihatiku
tapi dari bayang-bayang ini

Mencengkeram kehampaan
disetiap malamnya
Melukis senyum semu
disetiap siangnya

Belenggu ini mengoyak oyak jiwa-jiwa yang terombang ambing
pada titik terapuh
Untuk mendekatkannya
aku menyerah

Biarkan malam ini aku berlayar
keteluk teluk terpencil
Diantara karang yang curam
dan kelamnya malam tanpa bintang
menambatkan sauhku
Dilautan mimpi yang tak berbatas
mencari imajinasi terindah

karena jarak ini terlalu jauh kurasakan
untuk sekedar membayangkanmu


*saat jarak itu menarik luka

Wednesday, September 2, 2009

II. Bisu

Kau sedekat diriku padaku
Jeda kita sejengkal, hanya fisik
hatiku tertaut tak terpisah

pelangi kulihat tiap hari
walau hujan tak datang mentari tak menyapa
bulan purnama berpijar keemasan
yang memijari hatiku
sejuk

Tapi ada yang iri pada kita
tentang waktu
yang tak mengijinkan kita sejenak berbagi kisah
untuk beberapa kisah terakhir

Hingga, semua memudar
berpendar dan mengabur oleh jarak
kau tak terjamah
walau hatiku tetap terpaut

Jika diam, maka dialah racunnya
Jika diam, dialah dinamitnya
Jika diam, dialah bara yang kusimpan yang akan membakarku sendiri

Mentari datang ketika pelangi kuharapkan
Bulan kian buram
emas-emasnya berganti gambar-gambar buram.

Saatku meninggalkanmu, kutinggalkan separuh hatiku
bukan untuk kutagih, tapi untuk menjagamu

Pelan dan aku meninggalkanmu disana
Kutinggalkan diamku, bisuku untukmu

I. Angin musim kemarau




angin malam yang membius kita
diantara malu dan mau
kutatap wajahmu dengan sangat dalam
saat kau tak melihatku

hatiku berdentum tak berirama
kadang melambat tak berdetup
tapi selepasnya cepat tak bisa kuimbangi

indahmu bukan disini
disana atau disitu
indahmu ada disenyummu
yang terpancar dari sumber tercantik

kau bintang kejora sengaja turun menggodaku
kisahmu kubungkus erat, nanti
kumasukkan dalam peti hati lalu kututup erat-erat, hingga saat nanti kau halal untukku

aku tersenyum untukmu
saat kau tak melihatnya
disaat yang sama aku mulai membisikan, aku cinta padamu untuk semua definisi yang telah dan akan ada

secangkir untukmu


setegak dan akan larut kegundahanmu
dua tegak dan akan melunak bimbangmu
tiga tegak dan terhenti tangismu
empat tegak dan air matamu menguap secepat meteor menyapa atmosfer
lima tegak dan beban-bebanmu mulai mengikis
terangkat pasti oleh angin dan cahaya
enam tegak dan senyummu malu malu tersungging dibibirmu
tujuh tegak dan kau berdiri mendekatiku
delapan tegak kau memegang pundakku, menyapaku dengan energi barumu
sembilan tegak aku lihat dirimu lagi yang berdiri tegak didepanku
sepuluh tegak dan kau habiskan secangkir teh untukmu dariku

dan kita tertawa bersama lagi
menuangkan secangkir, untuk sepuluh atau lebih tentang kisah kita
Gerra, kisah-kisah para raja.

bintang



kerlipnya tak terlalu terang
penghias malam yang kian kelam
berpendar dan meredup
bernafas dalam detik detak jantung

kisahnya langka
diantara cerita para dewa
tempat bersemayam
atau sebuah penjelmaan

terkisah pula sang putri
pujaan dewa-dewa belang
menghantam menghambar
buas tak punya aturan

arak-arakan mendung tenang menutupi sandiwara bintang
berlanjut disana
tidak disini

gerimis menyapa debu debu yang kian menggunung
dibalik sana, sandiwara dilanjutkan
sandiwara beku yang terus diputar oleh alam

Tuesday, September 1, 2009

Umai

Gw g pernah ketemu dengannya, kenal[tahu dikit tentang dia] juga baru. Awal mulanya dari sobat kelas gw maen ke GBA (Aliyaplex), ngobrolin masalah TA (padahal gw juga dah lupa tentang materi-materinya hoho). Dia sharing ke gw masalah TA nya, gw sendiri saat itu dikit ngerti tentang konsep ma teori TAnya. Banyak blanknya daripada ngertinya. Waktu sharing banyakan gw kasih masukan motivasi and trik2 ngerjain TA. Keasyikan ngobrol ma dia, Isya gw telat and gw ma dia cabut gak ikut sholat terawih.

Di hari sebelumnya gw pernah liat profile FB-nya si sobat gw itu. Berhubung siblingnya banyak, gw liatin atu-atu. Keluarga sobat gw adalah keluarga religius, bokapnya petinggi partai tiiitttttt yang terkenal dengan politik dakwahnya itu. Pas liat-liat ketemu profile sodaranya yang bikin gw heran and g percaya.

Waktu jalan pulang bolos terawih gw tanyaain. "Beneran sodara lw ada yang tatoan bos?"
"Iya", jawabnya singkat. Karena sangat penasaran gw korek2 dah info darinya, sedikit banyak gw ngerti tentang anak itu.

Esok malemnya, gw bener2 g kuat lagi nahan rasa penasaran bwt nyari info yang lebih mendetail tentang dia. Gw add dia di FB, langsung di approve ma dia. Gw cari-cari info tentangnya, ketemulah gw dengan blognya..disini blognya.

Ada satu tulisan di blognya yang menjadi jawaban apa yang gw cari. Ini link nya tralaltrilili, gw berharap moga-moga link itu gak dihapus ma dia.

Sebuah cerita yang sangat-sangat jujur menurut gw, cerita yang selalu gw pingin sampein ke semua orang disekitar gw, termasuk pakne ma mbokne gw, tapi gak pernah bisa keluar dari mulut gw. Gw sangat bersyukur pernah baca ini. Secara pribadi memang gw bukan orang setuju dengan apa yang menjadi keputusannya dalam ngadepin semua itu, tapi gw sangat terkesan dengan apa yang udah bisa dia sampein dengan sangat jujur dan terbuka lewat blognya.

Umai, begitu dia biasa di sapa ma temen2nya. Bukan artis, bukan anak yang sangat berprestasi mengharumkan nama bangsa, bukan anak yang dibanggakan orang tua, bukan teman yang bisa diandalkan, bukan anak yang bisa ini itu menuhin tuntutan orang lain. Dia memang bukan sapa-sapa, tapi dia adalah pahlawan bwt gw. Bukan untuk semua sikap dan kelakuannya, tapi untuk keinginannya untuk dimengerti dan disayangi, tentang cita-citanya saat dia dikucilkan. Dia bisa bicara sangat jujur dan gamblang tentang bagaimana nasib jutaan anak Indonesia yang sebenarnya. Diantara gelimangan harta dan kemewahan, jiwa mereka kosong. Lebih dari yang mereka dapat dari harta dan kekayaan, mereka sangat butuh cinta dan kasih sayang, bukan hanya dengan kata-kata. Tapi dengan hati.


Tulisan di blognya cukup panjang, tapi gw yakin tulisannya jauh sangat bagus jika dibandingin ma tulisan gw ini. Dia punya bakat alam bwt nulis yang luar biasa. At least, gw harap jangan lewatkan 1 katapun dari kisahnya.




note: thx alot bwt umai ma opang

pagi


Pagi itu awal kehidupan, saat dimana sesuatunya dimulai dari awal atau melanjutkan apa yang seharusnya diakhiri. Pagi itu saat jiwa-jiwa tersadar, bergegas menyibak selimut dan mambasuhkan aer ke jiwa-jiwa yang masih terkatung-katung di persimpangan. Pagi itu saat para pembuai diikat erat oleh terik mentari. Pagi itu saat mimpi digantungkan lagi, dituliskan diantara dinding dinding impian.Pagi itu saat kita bangun dan bergegas.

Sangat kusadari, separuh jiwaku kutinggal di sana, di waktu menjelang pagi, larut pagi, pagi buta dan pagi ketika mentari mulai terbit. Aku mencintai saat menjelang pagi, karena disanalah saat terbaikku untuk bertemu sahabat sejatiku. Bintang dan bulan, keduanya atau kadang bergantian, aku selalu menikmati saat kebersamaan itu. Saat itu adalah saat dimana waktu terbaik untuk berdoa dan meminta. Selalu kusempatkan untuk menyapa sahabat-sahabatku di atas sana, setelah aku berserah diri pada Yang Kuasa.

Larut pagi, adalah waktu tersunyi yang bisa kita temukan. Saat semua insan terlelap dan terbuai oleh mimpi mimpi, hanya suara binatang malam atau pengerat yang bersahut-sahutan, berpadu satu dengan yang lain. Saling mengisi, menguatkan dan melemahkan, tunduk pada harmoni alam . Orkestra terbaik yang pernah ada dimuka bumi ini. Bagian waktu yang selalu kusesali telah terlewatkan saat aku terbangun di pagi hari.

Saat suara-suara yang merdu menganggungkan nama "Allah", pagi buta mulai mengisi tempat, menggantikan sift yang pelan-pelan ditinggalkan oleh penghuni sebelumnya. Saat semburat merah mulai terlukis agung di ufuk timur sana. Masih sepi, namun pelan dan pasti, saat itu sahabat-sahabatku satu persatu mulai berpamitan.

Dan benar-benar ketika pagi datang, aku sendiri yang akan pergi. Menghapus aer mata, yang tak pernah bisa aku hentikan. Mencoba menutup cerita yang kuceritakan semalam dengan sahabatku, walau aku tahu itu adalah cerita yang abadi. Mencoba tersenyum dan terus mendoakan yang terbaik untuknya, tak peduli jikalau nanti terkabulnya doa itu menjadi hal yang terburuk untukku. Berjalan lagi sendiri, seperti sebelumnya. Namun yang pasti, kali ini aku harus bisa. Bukan untukku, tapi untuk sahabat-sahabatku. Karena aku tak ingin mengulang ngulang cerita yang sama pada sahabatku nanti malam.

Bismillah untuk hari ini, aku akan kembali nanti malam teman. Dengan cerita yang lebih indah untukmu.