Thursday, December 31, 2009

100 puisi

Ketika aku kehabisan kata
kehabisan tinta
kehabisan makna
kehabisan jiwa

Kutengok lagi 100 puisiku
berharap masih ada yang tersisa

Sahabatku

Malam
Rembulan bintang
Angin dan dingin malam
Serangga malam

Adakah yang belum kutuliskan?

Sepi

Tuhan ijinkan aku melangkah kebintang bintang disana
Semalam saja
Aku dan dia dalam kesepian

Biarkan kami bertemu dan saling menyapa
untuk membunuh sepi yang menyayat ini
Semalam saja

Bawa kembali aku malam

Malam ambil aku kembali
Aku terlalu asing untuk siang dan dunianya

Aku rindu bulan, bintang, angin malam
Orkestra serangga, gemrisik semak
dan semuanya

Bawa aku kembali malam
Aku terlalu asing disini

Rembulan

Menyingkirlah sebentar awan
aku ingin berbincang sebentar dengan rembulan
Sudah terlalu lama aku mengabaikannya

Di kamar ini, sunyi

Di sudut-sudut kamar ini hanya sunyi yang kutemui
Tak ada cerita
Tak ada nanyian
Tak ada tangisan
Atau canda tawa
Benar-benar khusyuk dalam sunyi

Aku terpekur di satu sisi
Diam mendengarkan
berharap dinding-dinding bercakap-cakap
Hingga kutahu apa yang terjadi
di kamar ini, tadi, kemarin, dan kemarinnya lagi

10.29

Semenit mendekat 10.30
Semenit meninggalkan 10.28
Entah dimana
Tempat ini diam tapi kian melaju

Menulis dan menghapus
Berpijak atau membeku disana?
Entah

Yang kutahu sekarang masih 10.29
Semenit mendekat 10.30
Semenit meninggalkan 10.28

Aku Sang Pencemburu

Aku pencemburu malam
yang sabar menjaga mimpi-mimpi

Aku pencemburu awan
yang ikhlas membagi hujan kehidupan

Aku pencemburu siang
yang telaten membimbing jiwa-jiwa

Aku pencemburu kemarau
yang kebal akan cacian dan hinaan

Aku pencemburu alam
yang diam dengan semua kesengsaraan

Aku pencemburu burung terbang
yang bebas melayang tak terikat

Aku pencemburu bintang
sang penunjuk arah dan tujuan

Aku pencemburu lautan
yang sabar tabah menampung curahan air

Aku sungguh-sungguh hanya sang pencemburu
Maafkan aku Tuhan

Tembok

Sungguh ku tak percaya
Pada dinding tembok dingin disebelahku
Benarkah dia tuli mendengarkan ocehanku
atau penguping sejati yang berpura pura?

Rasa yang Kau titipkan

Tuhan terima kasih atas rasa yang telah Kau titipkan
ijinkan aku untuk berlari lagi
menembus semak membelah malam
Aku ingin tersesat pada kelam malam

Hitam dan Putih

Buatkan ini hitam dan putih
biar tak ragu aku memutuskannya

Pembunuh atas nama cinta

Aku mengoyak luka kekasihku dengan cinta
dengan kata hilang makna
sirna

Mengurai badai
saat kemarau ceria
Datang dengan tiba-tiba

Lidahku mengeras baja
membatu menusuk raga
Lagi-lagi atas nama cinta

Aku menusuknya dengan bara
Oleh masa tak terulang
namun urung terlupa
Sungguh hina diri, malang

Aku petir yang memaksa air
berpisah dengan awan
Menguap dan hilang

Aku menyerapnya dalam kelam
dengan kesunyian hampa
Padahal dia siang yang periang
dengan pelangi di ujung harinya

Sungguh aku pembunuh jiwa
atas nama cinta

Tidur

Aku ingin tidur diantara ilalang
Dipelukan bintang
Dongeng-dongeng indah oleh kumbang
Dengan iringan orkestra malam yang mengalun tenang

Boleh aku tersenyum?

Boleh aku tersenyum?
agar dunia kita sama
walau pada akhirnya memang berbeda

Ujung lingkaran

Mencari ujung
dari lingkaran jalan ini

Kau tertawa?
Jangan mengejekku
cukup kau tunggu

Nanti kukirim kurir
Jika kami telah bertemu

Bisu

Sepanjang kata
yang tak lekang mengurai makna
cita, cinta
sedih, perih
sendu, pilu
hina, dina
asa, bara
kelam, cahaya
buram, warna
siksa, luka
iris, tangis
Masih bisu
berteriak dalam kesunyian
tak terdengar

Suaraku masih tak terdengar
Aku bisu oleh kata

Inikah surga, Tuhan?

Merdu denting gerimis
Harum tanah yang melepas kerinduan pada sang hujan
Awan berkabut berarakan
menembus dinding gunung
mencari peraduan sebelum malam merunggut cahaya
Air hujan mengalir, sekali kali menggoda kakiku yang telanjang
genit
Gemulai burung-burung hitam
Menari menyergap dalam diam

Aku terpaku terpukau
Inikah surga Tuhan, yang sering Engkau janjikan?

Ijinkan aku tidur Tuhan

Ijinkan aku tidur Tuhan
Kala malamku begitu panjang
dan pagi enggan datang

Ijinkan aku tidur Tuhan
Saat doa-doaku mulai palsu
terucap beku

Ijinkan aku tidur Tuhan
Ketika langkahku tak lagi menyatu
pada hati dan tujuanku

Ijinkan aku tidur Tuhan
Jika inderaku pergi
pada hati yang pelan mati

Ijinkan aku tidur malam ini Tuhan
Sungguh aku terlalu lelah untuk bersyair lagi

Sunday, December 20, 2009

Aku malam juga siang

bukan malam
bukan siang
hanya malam juga siang
dan atau mungkin sebaliknya
dan (mungkin) itulah aku

Saturday, December 19, 2009

Aku Pulang Tengah Malam

Aku pulang tengah malam
Saat tak ada kata
yang merayu atau mendusta

Aku pulang tengah malam
Membawa kelam
di tangan dan hatiku

Aku pulang tengah malam
Saat kalian terlelap
mengendap tak ingin kalian merayakan kehadiranku

Aku pulang tengah malam
Saat batas menjadi kabur
dan masa menjadi ambang

Dan masih aku pulang tengah malam
Mungkin selalu

Janganlah kau tunggui aku
Malam ini aku pulang tengah malam

Padam Bara

Sekilas temaram
di balik ringkih detak nafas
bergejolak tak bersuara
Menyerap jiwa

Aku butuh air, wahai pujangga
yang mendinginkan gelora, wahai pecinta
menggemburkan ladangku, wahai kelana
mendewasakan cintaku, wahai yang kucinta

Padamkan baraku, tolonglah
wahai kalian semua

Thursday, December 17, 2009

Sore indah untuk malam kelabu

berjalan diantara trotoar lusuh
dengan kaki telanjang
merasakan cipratan comberan
dengan percik gerimis hujan
dan deru petir bersahut pilu
malam mulai menyergap
bayangan kelam dalam diam

cerita indah menyambut malam
setidaknya tidaknya untukku

Monday, December 14, 2009

Hilang Kata

Tolonglah
aku kehilangan kata
yang menyampaikan cinta
yang meneriakan luka
yang meramaikan cerita
yang menembus dinding masa
yang mengurai makna
yang menemani tawa
yang
yan
ya
y
.

Sunday, December 6, 2009

Hilang

Menjadi yang tak terdefinisi
diantara kata
Atau terbuang diantara onggokan masa?

Hitam diantara gulita
Tertimbun di lorong-lorong cerita
yang mengalir tak biasa

Hidup kadang untuk ada
atau
mungkin lebih baik jika menghilang
dan musnah saja?

Thursday, December 3, 2009

Pergi datang

pergi pergi pergi
sunyi sunyi sunyi
lari berlari

hampar terbentang
juang dan harap
sore dan pagi, silih berganti
membalik lembaran
menindih ditempat terberat

berlari lari
ramai ramai ramai
lalu?

Thursday, November 26, 2009

Maafkan Malam

aku datang dari malam
dari kelam
cerita tentang ketiadaan
sempat menjadi siang
untukku menyapamu
tapi tak pernah menyentuhmu

dan kembali kumenghilang
oleh malam
tentang ketiadaan

maafkan  aku (malam)

Hujan Ketika Takbir

Ketika takbir hujan datang
malam tersenyum
Irama denting air dan gema "Allahuakbar"
mengiringi malam
mengawalnya hingga peraduan

Ada bisik kebesaran disana
dengan kata yang ditangkap kelam
dan irama yang dilebur cinta

Merindukah engkau?
tentang pujian kemenangan bersama denting hujan
yang berpekik sepanjang kenangan

Bergabunglah, kami menunggumu

Saturday, November 21, 2009

Siapa saya?

Yang menadah hujan itu angin
dia yang merayu awan itu menjatuhkannya
Yang menghembuskan angin itu panas
dia yang mendesak, merangsak
ketempat si dingin

Yang mengobarkan panas itu si mentari
dia tersangka pertama
Yang menyapa mentari siapa?
tentu bukan saya, karena saya masih bertanya siapa saya

Tuesday, November 17, 2009

aku menyerah untukmu

aku menyerah untukmu hujan
bilaslah aku semaumu
karena aku yang serakah
menimba panas dan menyulut asap
aku menyerah untukmu (hujan)

Monday, November 16, 2009

Balada Malam dan Hujan

Setaun ini tak kan selamanya kering
Hujan semalam,menyirami menyegarkan simpul-simpul senyumku
Baunya selayak nirwana terbentang d depan.

Hanya ilalang basah bersembunyi
Diantara orkestra jangkrik dan binatang malam
Sungguh segarnya.

Tak kurasa sebelumnya, tentang mereka
Sedikit tunasnya malu-malu muncul
Diantara butiran kristal terindah
Dia hidup
Dasar penipu mata para pencari cinta beku
Diam khyusuk menatap alam

Membisu
ah aku tau jawabannya.....

Sunday, November 15, 2009

Sunyi

Ketika sunyi aku mati
terdampar di antara dinding yang membisu
bukanku tak ingin teriak
aku hanya ingin mendengar detak jantungku
dan jantung malam, jika sudah tiba masanya

Ketika mati apakah akan sunyi?
mungkin dinding itu yang akan menjawab

Friday, November 13, 2009

24 Malam

Dengan Menyebut Asma-Mu

Bunyi tetes aer sisa hujan sore tadi mengiringiku merasuk ke pekatnya malam, menelusuri beragam perjalanan yang tak dapat tersentuh lagi. Aku sudah melewati malam ini sebanyak 24 kali dalam hidupku. Malam beragam, dan coba dengan keras kuingat bahwa aku selalu melewati malam-malam yang berbeda disetiap tahunnya.

Begitu banyak yang mengganjal disini, di malam ini. Ada yang mengikat erat kedua kakiku hingga urung kugerakkan. Aku masih disini, di sela-sela ruang kelam di sudut malam yang selalu pekat tak terjamah sinar bulan dan bintang. Walau dengan keras aku berusaha menyibaknya, hampir percuma aku berusaha.

Diantara gelap gulita, aku masih berusaha tertawa atau sekedar tersenyum. Aku tidak peduli apakah ada yang peduli dengan tingkahku ini, aku merasa malam ini menyerap semua sisa kebahagian yang sempat kusisihkan dan kutabung. Aku masih belum ikhlas pada malam, yang setia menemaniku tapi membunuhku secara perlahan.

Malam terus menerobos lorong-lorong waktu dengan kepastian, dan aku masih berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaanku sendiri dalam keraguan.

Sore tadi hujan menggilas beringas sisa-sisa kejayaan sang kemarau. Melibasnya tak bersisa bahkan tak ada secuil ruang kosong yang tersisa untuk debu dan kekeringan, semuanya dipenuhi basah dan lembab. Sebuah konspirasi sederhana untuk menyambut malam ini. Hujan, gerimis, pekat malam, dingin dan sunyi inilah lakonku untuk malam ke 24 ini.

Takkan kuceritakan lagi kisahku yang sudah terenggut oleh malam, aku kehabisan cerita dan tenaga untuk menulis lagi cerita. Tangan mendekap rapat, kusembunyikan diantara gigilan tubuhku. Ada yang kusembunyikan diantara rapatnya dekapan tanganku.

Kau tahu apa itu? Itulah mimpiku atau lebih tepatnya sisa mimpiku yang hampir hilang terbasuh masa. Mulanya pada malam ke 8, aku mulai mengumpulkannya. Di tiap malam berikutnya aku selalu mengumpulkannya. Satu demi satu, sedikit demi sedikit. Hingga pada malam ke 16 aku merasakan bahwa itulah malam dengan mimpi-mimpi terbanyak yang berhasil aku kumpulkan. Selanjutnya terus berkurang disetiap malamnya hingga malam ini, sedikit sisa yang masih ada. Yang entah esok hari akankah masih bersisa atau aku akan kehilangan mimpiku yang terakhir ini selamanya.

Malam kemarin aku sempat berpikir untuk membuangnya, tapi pelita-pelita sekitarku yang terus menjagaku untuk tetap terjaga, dan terus berjuang mempertahankannya hingga malam ini menjelang di pertemuan dengan hujan tadi sore. Pelita-pelita yang luar biasa, yang kehadirannya adalah kehangatan untuk siksaan dingin, senda tawa untuk kesunyiaan tiada berakhir, dan senyum untuk setiap tetes aer mata.

Ada asa disini, dibalik kaos hijau tua yang mulai lusuh dimakan usia yang sedang kukenakan ini. Asa untuk tersenyum dan memintal sisa mimpiku menjadi cahaya terang yang menyeimbangkan malam. Asa untuk pelitaku yang terus bersinar ketika aku berusaha menafikannya.

Dan kubiarkan sesaat diriku berhenti, mencari suara adzan ditengah malam. Kusimpuhkan raga, diam dalam doa.

Dan aku masih berdoa.
Untukmu sang Kuasa, atas siang dan malam serta masa.

Diam, diantara kesunyian yang mencekam.

Hingga tiba kesadaran sederhana menembus dinding asa, untuk sebuah keputusan:
Malam ini akan kujerang mimpiku, kubuka dekapanku dan mulai kupintal semuanya menjadi cahaya yang indah dan berwarna warni.

Aku tak takut lagi, dengan atau oleh malam. Sekarang aku tahu, inilah mimpiku yang abadi, yang dititipkan Raja Semesta pada setiap insan.

Sesederhana ini? Kujawab iya, untuk sebuah keinginan kuat hanya sesederhana ini. Perjalanan yang akan menguji kesederhanaan makna "iya".

Aku akan tidur, tak ingin kuhabiskan malam ke 24 ini untuk kutemani, toh semua akan berjalan seperti sedia kala, seperti yang sudah di gariskan.

Akan kusimpan tenagaku untuk esok, akan kucari kepingan puzzle mimpi yang pernah ada dan sekarang hilang.

Aku yakin, masih ada disana. Nanti, di hari nanti diantara pagi, siang dan sore atau bahkan mungkin ada diantara malam dan ceritanya. Wallahualam.
 

Thursday, November 12, 2009

Pelangi














Pelangi itu ada
karena matahari tidak memaksakan kehendaknya akan panas
dan hujan ikhlas menerima angin yang menyentuhnya pelan
tidak kencang seperti selayaknya

Tidak ada yang menduhului
atau berpijak didepan memasang topeng
mereka ada pada porsinya masing-masing

Lihatlah lagi
Pelangi di ujung barat sore ini
dia adalah kecantikan yang tersaji
dari perbedaan yang bersenergi
saling mengisi

Saturday, November 7, 2009

Beda?Tak ada!!

Lalu apa bedanya?
Malam yang benderang
atau Siang yang gulita
Kalau jiwa-jiwa ini runtuh patuh
Oleh topeng dan belenggu rantai setan

Tak ada!!

Thursday, November 5, 2009

Sepanjang Sore



















Mematuk matahari senja
yang mulai menjingga
Aku akan membungkusnya,
sebelum pegunungan barat merampasnya dariku

Bayangan mengaku temanku
urung percaya aku penuh curiga
Cemas dia berdekatan
dia selalu menjauhiku
kala matahari juga menjauhiku

Mereka bercumbu di belakangku?
Siapa yang menjawab?
Tak ada?

Ah kutunggu bulan saja nanti
seperti semalam kemarin

Tuesday, November 3, 2009

Titik

Saat tak ada lagi cerita
Apa yang akan ditulis?

Ibu

Ibuku mengajariku melukis
hingga bisa kuwarnai hari

Ibuku mengajariku bernyanyi
hingga bisa kuramaikan sunyi

Ibuku mengajariku berlari
hingga terus kukejar mimpi

Ibuku mengajariku berdoa
berharap selalu ingat dan tak pernah lupa

Ibuku mengajariku tersenyum
mengingatkanku untuk tak selalu sendiri

Ibuku mengajariku diam
membangunku dalam kebijaksanaan

Ibuku masih terus mengajariku
tentang dunia yang tak kukenal
Untukku menatap siang dan malam

Tapi ibuku lupa mengajariku
untuk mengingat jasa-jasanya..

Pohon Yang Tersisa



















Kenapa masih bertahan disana?
Jika yang lain rela menjadi alas
yang tak bernyawa

Kenapa masih bertahan disana?
Jika hujan tak lagi menyapa
menguapkan asa

Kenapa masih bertahan disana?
Jika mentari tak lagi bersahaja
tak lagi memberi panas yang secukupnya

Kenapa masih bertahan disana?
Jika aer urung menyela
diantara bongkahan yang merindukan sapa

Kenapa masih bertahan disana?
Jika udara penuh pekat racun CO2
menyelamu tak memberi jeda

Kenapa masih disana?
Tak perlulah kau bertahan disana

Siapakah Sang Pahlawan

Mimpi
Idealisme
Kata hati
Realita
Siapakah sang pahlawan?

Friday, October 30, 2009

Sajak malam

Seandainya malam ini tak berujung pagi
akan kutulis dengan pena malam hingga matahari sungkan terbit dari sana
tentang dan hanya lelah dan sebak

Thursday, October 29, 2009

Hidup Untuk Hari Ini

Aku hanya sebuah kereta
yang ditarik oleh waktu
dimainkan oleh sang takdir
Melaju untuk hari ini

Kupajang seribu mimpi
di sana, di ujung perjalanan
yang pemberhentiannya tak pernah kutahu

Tadi sejarah yang kuukir
sebesar apapun hasrat untuk kembali
semua sudah mengabur menjadi semu

Aku hanya sebuah kereta
diantara desing
untuk hidup hari ini

Wednesday, October 28, 2009

2. Kupu

Ku-untuk diriku
Pu-sapaan manisku untuk memanggilmu
walau hanya mendayu di awan awang
Dan Kupu untuk cerita malam
yang kita pentaskan di panggung-panggung drama

Drama sederhana
jikalau kuurai dengan kata
tak ada yang istimewa menggelora
Setiap kumengucap
urung terdengar terkulum masa

Kau dengan dia
atau dia masih bersamamu
Aku yang menunggu
Hati yang memilihlah
yang menegarkanku disaat terapuhku

Drama berlanjut dalam pentas
tak jua tertebak penonton
Drama ini mengalir deras ke muara-muara dangkal dan berbatu
Pernah karam, cerita berbiduk
ditambal lagi dan lajur arus drama yang keras menarik membawa pergi lagi


Entah sampai kapan
aku tak tahu,
Yang kutahu hanya
Hatiku benar
untuk memilihmu

1. Kepompong Hati

Aku terdiam lama tadi malam
sangat lama, hingga kuacuhkan kehadiran bulan dan bintang
sahabatku

Seperas keringat
menemaniku melawan dingin menggigil
sapaan sang angin malam, yang biasanya merdu menganggu
tapi sekarang urung sanggup menyapaku
Aku masih disini, memandang kosong kedepan
di balik kecamuk jiwa yang bergelora.

Tentang apa?
Atau tentang siapa?
Kujawab dua duanya..
Tentang cinta jikau tanya apa
Qonita jikau tanya siapa.
Masih bertanya?

Tak perlu, biarkan aku yang bercerita
tentang kupu-kupu indah yang menyentuh jiwaku itu.

Dari sini aku mulai,
dari perkenalan sederhana
seperti yang lainnya
Dia menyapa, aku berbalas
selayak mentari bersinar dan malam menyerap energinya
mengalir dengan pakem alam

Tak ada cerita, hingga tiba
aku bercerita pada purnama
biasa, seperti sebelumnya

Dibalik jendela tipis bis
aku melihat bulan meringis
ada yang lain, sempat kugubris
kutanya, dia diam..Kusela "Ah kau ternyata habis menangis"

Dia bercerita, aku mendengarkan
menyimak dalam bisu dan kelam
hingga kuangkat sejenak nafas
sebelum masuk kuhelanya

Bis malam terus melaju
diantar cerita tawa dan sendu
Aku masih meragu
dengan nomor yang tertera di depanku

Ya dia memanggilku..
hatiku berkata begitu

Sumpahmu dulu

Waktu di sini berhenti ya?
Atau berjalan mundur?
Atau disini hanya ada pengulangan semu tiada akhir?

Negeri pemimpikah ini?
atau negeri bagi kumpulan pemimpi?
yang selalu dibuai candu

Hampir seabad waktu disini mengukir
tentang kegagahan dan semangat berbinar
dari sekumpulan pemuda liar
yang menerjang rambu dan aturan
berikrar satu sumpah
Sumpah kebersamaan yang menggaung menerjang dinding-dinding kolonialis

Semua tercatat manis
dibuku yang dicetak seribu, sejuta, semilyar kali
diulang-ulang setiap senin
dibacakan dibawah merah putih dengan lentera mentari pagi

Bocah-bocah menghapalnya
mengingatnya untuk sebuah nilai yang didewakan
Negara mengajarkan mengingat
lupa mengajarkan nilai luhur kandungannya

Tanggal ini, di hari ini
81 tahun lalu
kisah itu dimulai
oleh pemuda dan orang-orang berjiwa muda
menonggakan patri
untuk negeri ini
akan makna kebebasan dan kesetaraan
akan kebanggaan menjadi sendiri, mampu untuk berlari

Masih sama kan?
Isi, makna, tanggal dan bulannya
Aku rasa masih, sebagai hafalan hampa saja




Selamat hari Soempah Pemoeda

Thursday, October 22, 2009

Hujan Malam

Darahku mengalir bersama gemericik aer hujan yang berdenting ketika menyentuh sebuah benda. Tak akan pernah berhenti hingga ia menemukan tempat yang datar, rata dan tenang. Sebuah perjalanan yang gelap menyusuri alur yang sama sekali baru. Entah dimana peraduan terakhir itu akan ditemuinya. Mungkin peraduannya terakhir adalah saat pertama dia bersentuhan, atau mungkin ada yang tak pernah dia jumpai peraduan terakhir itu.

Malam ini ribuan galon aer tumpah dari langit, sebuah awal dan akhir. Wujud tak nampak, hanya denting suara dan hembusan angin malam yang ikhlas membawa kabar. Urat-urat tanah yang beruntunglah yang menerima darah-darah hujan yang melewatinya. Nasib dan takdir. Jika memang hujan mampir, nasib yang menentukan aer hujan melewatinya. Lepas dari kealpaan sang pemilik tanah yang lupa membuka jalur selokan, atau arah aer hujan yang tidak membelakanginya.

Takdir yang menentukan pertemuan mereka. Sekenario yang sudah dicatat mendetail ketika masa belum terdefinisi. Sebuah cerita yang pasti ada, yang terjadi dengan perantara takdir. Catatan kepastian yang tak bisa di hindarkan.

Kelamnya malam adalah rundungan suasana jiwa, yang terkumpul menumpuk. Menanti kesempatan untuk berteriak lepas. Siang bisa saja mendominasi, memberikan penghidupan dan cerita yang beraneka ragam. Tetapi hanya malam yang bisa menjadi penyeimbangnya, menyerap energi penghidupan, meninabobokan dengan cerita dari dunia lain yang lebih beragam dan abstrak, yang akan selalu digali oleh para pencari kegiatan.

Bulan bintang tak ada disini, peran mereka ditunda hingga temu kangen ini berakhir.Tak ada yang menolak, hujan dan awan yang biasanya selalu mengalah disetiap kesempatan kini menjadi sang otoriter mendadak. Berlaku acuh akan sekitarnya. Wajar, ada batas kebisaan untuk menanggung sebuah beban cerita yang menumpuk dan siap membuncah.

Dan hujan terus turun, gerimis sangat mungkin awet hingga pagi. Mungkin hingga aku terlelap dan organ-organ tubuhku yang tak pernah lelah untuk beristirahat akan tertidur diantara dentingan yang akan terus bersimponi sepanjang malam. Tapi entahlah, aku tak yakin.

Darahku hujanku, dan jiwaku adalah malam-malam kelam ini. Hanya butuh sedikit sinar, untuk benar-benar bisa kulihat cerita-cerita itu. Ada tau dimana cahaya itu?

Wednesday, October 21, 2009

fresh morning after the rain

What stories tell us last night?
I'm just listening for the drop rain
between the dream
i hear the music of nature

Dark night covering us
in the middle of time
and the coolest temperature
I'm just sleeping well
just hear the music of nature

Until the morning comes
Nobody knows what happen last night
Just the rain or something else
The fresh one say hello to us
I'm just hear the rest music of nature

benci

Aku seorang pembenci
pembenci diri
Diri yang memberangus
pelangi dan mentari
Pelangi warnanya kuhapus
oleh buta mata dan hati
Mentari kututup sinarnya
dengan mendung dan kelam

Sampai disini
masih tak mengerti
aku yang membenci diriku sendiri

Di kamar

Terkukung di kamar
Di siang bolong
Menulis cerita picisan
yang tertumpuk dan terbuang oleh seribu cerita sama

Sejenak mendayu
menunggu
untuk sesuatu yang meragu
entah

Kata tertahan suara
suara tercekat kelu
Kelu bertahta
di dinding, di jendela, di meja
di lemari, dan dimana saja

Lagu pengusir jemu sempat singgah
dan hilang
tak bermakna lagi, untuk yang kedua

Masih terkungkung
ceritaku?
Bacalah dari atas lagi, itu ceritaku

Tuesday, October 20, 2009

Bayang-bayang

Bukan gelap yang mencerangkam
atau silau yang menghalau
Hanya kata
Lewat suara
Lewat angin
Lewat perantara
obrolan ringan yang menggumpal

Bayangan bukan dari cahaya
atau dari padam pijar
hanya dari lidah dan suara
dan nafsu-nafsu liar

Yang terkukung, berteriaklah
diam kadang menghanyutkan
tapi tak selamanya
Suara berbalas suara
karena hanya dengan bahasa yang sama
kau berbicara
kepada bayang-bayang

Friday, October 16, 2009

Maju

Maju aku terus berlari
menerjang hari
melibas duri
berteriak lantang tak akan pernah peduli
bahkan jika diujung jalan ini
hanya akan ada aku sendiri

Maju aku terus melaju
bahkan ketika waktu terus meragu
menyibak kerikil dan lautan debu
terkumpul nada dan aku berseru
jangan pernah menghalangiku
hanya akan ada kerugian untukmu

Maju aku terus menerjang
melewati jurang
melumat karang
Menerjang dengan garang
menyibak awan, membiarkan mentari bersinar terang

dan aku terus berlari, melaju dan menerjang
hingga kata-kata menjadi tumpul
teriakan tertahan di belakang
tak terdengar lagi
dan waktu hilang, dari dimensi yang kukenal
dan terus terus dan terus maju, untuk sebuah mimpi yang mampir di kepalaku
seribu malam

Wednesday, October 14, 2009

Syukur

Alhamdulillah..
Untuk pengingat
Untuk penguat hati

Tak hanya riang
Kala gundah, saat terhempas dibawah
Ucap selalu syukur
Yang sempat lama kulupakan

Alhamdulillah
untuk semuanya Ya ALLAH

Sunday, October 11, 2009

Jembatan Hati


Perkenalan itu tautan hati
ketika ada harap dan niat
dengan sebuah isyarat

Jembatan isyarat sedang kubangun
pelan-pelan
pasti kuselesaikan

Kuharap kau sudi melewatinya nanti
ketika sungai-sungai dipenuhi riak
Di awal musim penghujan


pict:disini

Secangkir di Pagi Hari


Semerbaknya harum
Candu di pagi yang cerah nan basah
oleh hujan kemarin lusa
Menusuk hingga kepangkal kesadaran

Manisnya menyentuh
Tak berlebih nan berkecukupan
mengisi cita di relung-relung dahaga
Menyentuh masuk ke jiwa-jiwa yang terbangunkan

Pahitnya punya cerita sendiri sendiri
Membawa cerita perjalanan panjang
Ketika tunas hingga panen
Membuai angan-angan tentang alam dan keindahannya

Segarnya tak terbantahkan
Teman penyapa pagi
Semangat memulai hari
Secangkir saja dan coba rasakan

Hangatnya secangkir teh
Di pagi ini


pict: disini

Saturday, October 10, 2009

Hujan di Bulan Oktober



Suasananya selalu berbeda
dan tak terlupakan
Dingin yang menentramkan
menghanyutkan ke samudra imajinasi
Melukis senyuman

Semerbak harum
tanah tanah yang basah oleh titisan awan
bercerita perjalanan yang panjang
Diantara kisah kisah kemarau yang tak berakhir

Mendung mendinginkan hari
membuka celah-celah
yang selama ini menutupi mata dan hati..

Hujan ini mengusir debu,menghapus peluh
untuk sebuah cerita sederhana
nan indah
hingga kemarau datang menjelang


pict:disini

Wednesday, October 7, 2009

Menyusuri Malam


Mencari jejak yang sempat kutinggalkan
yang terisi duka dan bahagia
serta cerita cerita yang lain

Diantara rerimbunan pohon
dan angin malam
Pelita bulan kupinjam
sebagai penerang

Untuk kususuri malam
mencari cerita yang sempat kutinggalkan
sampai nanti, pagi datang
menyapa


pict:disini

Tak Pantas


Pembisik kelam
Pengganggu malam
Mengoyak oyak batas
Pembuka azab

Kembali aku terhempas
Merangkak dari bawah
Hingga waktu yang tak ditentukan
Membawa sesal dan sebak
yang kian menusuk dan membenamku lagi

Termenung, tak pantaslah aku disini
diantara kalian, wahai sahabat malam

pict:disini

Friday, October 2, 2009

Sore Yang Berguncang

Panggung berguncang
menarik pandangan
bukan senyum
lakonnya tangis dan kepedihan

Pongah-pongah cerita
yang membatu
luluh lantak dalam puing-puing kepedihan

Derai air mata
bercampur dengan hujan di akhir september
pilu
Senyum pahit, dan gulita adalah teman sejati

Ini pengingat?
atau hukuman?
mereka yang salah?
atau kami penyebabnya?

Sang pengantur cerita
telah menentukan ini
mengingatkan lagi peran dan lakon kita

Agar tak berguncang lagi
panggung ini

Wednesday, September 30, 2009

Pujangga Malam

Mengumpulkan serpihan cerita
Duduk khusyu' di bawah pelita malam
diantara bintang dan bulan

Di pilah-pilah cerita
Satu untukku
Satu untukmu
Satu untuk yang terlewatkan
Dan satu untuk esok malam

Memeluk Malam

Takkan terengkuh
dingin dan kelam
Waktu untuk dihentikan
deru dan redam

Ditabur kala senja menjingga
Dituai kala pagi beranjak
Bukan sebagai penghias
tapi pengisi drama

Sepi terusir oleh kelam
Gending menderu deru
di alam yang terlupakan

Cerita berlanjut hingga
kehangatan datang
dan memelukmu mesra

Menunggu

Hingga terombang ambing
Siapa terikat?
Gelombang menyeretnya gemulai
hingga tiba di tapal batas
aku menunggu.

Hilang

Pandang mengabur
Ucap lirih membisu
Dengar desir lirih terakhir
Cium tinggal hampa penuh sebak
Halus kasar hilang berganti tawar

Sinar terserap kelam
Siang tergeser ke peraduan
dingin mencengkeram
Kelu bertakhta di singgasana jiwa

Jiwa-jiwa melayang
terombang ambing terpendar
Hilang makna cinta
hanya sisa rayu dan tipu

Tersesat di rimba lebat
sendiri, kelu untuk sekedar berbisik

Maknaku terus terkikis
oleh dosa dan hina
Waktu tak kunjung bersua
Kutunggu hingga aku kehilangan makna
Lagi..dan lagi
dan waktu terasa lama

Thursday, September 10, 2009

Pemberhentian

Yang sempat kupertanyakanIni begitu cepat, saat aku mulai akrab dengan perjalanan

Aku tertegun
Mungkin aku yang baru tersadar
Atau belum rela akan akhir sebuah cerita sederhana

Kelu sejenak menatap dimensi normal yang akan kujalani
Sebuah kisah lagi, yang terpisah ratusan ribu kaki jauhnya
Tak apa, sudah kutitipkan
Pada waktu, malam dan hujan


sepanjang bandung-madiun 10 september

Bunga-bunga Mimpi

Ini cerita malam
Bukan dongeng
Bukan juga sinetron, drama, opera atau film-film
yang mengisi lembaran mimpi orang-orang terjaga

Cerita yang kukenal tapi tak bisa kuceritakan
Cerita yang nyata tapi tak bisa kuingat
Cerita yang melankolis tapi tak bisa kutangisi

Cerita tentang aku, dan aku saja
Mungkin diantara seribu kisah lain, ketika kereta melesak menembus kelamnya malam
yang berpacu dengan waktu

Yang sejenak tersadarkan beberapa saat di pemberhentian
Ketika lalu lalang, suara-suara gaduh mengadu
Menjajakan cerita panjang kehidupan

Masih tak bisa kuceritakan
Masih tak bisa kuingat
Masih tak bisa kutangisi

Atau kaubiarkan sejenak lagi
Siapa tahu cerita akan berbeda di kesudahannya

Gadis Berbaju Merah Muda

Hei,kau yang berbaju merah muda!
Kau yang melambai pada kami
Diantara ilalang-ilalang dan rumah tua

Siapa engkau?
Wajahmu tampak bersahaja
Terkumpul diantara potret-potret dinding kaca kereta yang retak

Siapa engkau?
Potretmu sempat kusimpan
Namun wajahmu urung kuingat
Ah biarlah, nanti kuberikan potretmu
Jika kita bertemu
Kereta ini melaju meninggalkan batas ruang dan dimensi kita sejenak tadi

Menjemput Malam

Kau tahu malam?
Sekarang aku sedang mencari dan mengejarnya
Berharap bisa berkelana, berkenalan dan bercengkerama lama

Jika kau bersama malam
Kabari aku, dimana
Biarkan aku kesana, menjemputnya

Meninggalkan sore

Yang tertinggal disana
Di tempat kereta ini menyambutku
Di awal perjalanan yang melelahkan ini
Kutinggalkan secuil mozaik jiwaku

Secuil saja
Hanya secuil yang bisa melengkapiku

Di sana, dibawah langit sore yang kian menjingga
Yang memudarkan warna biru agung
Kuberharap ada yang akan menjaganya
Hingga nanti kukembali

Lantunan doa kuucap lirih
Sangat lirih
Seirama dengan gemerisik gesekan rel

Kutatap lagi jingga yang kian kelam
Berharap penuh ini abadi
Sampai kembali dan kususun kepingan jiwaku
Hingga utuh lagi

Wednesday, September 9, 2009

Puisi malu

nb: klik gambar untuk melihat lebih jelas

Menjaring Cahaya

Menjaring cahaya
Yang akan kulakukan pagi ini
Ketika mentari masih ramah, dimasa indah emosinya
Masih di berikan yang terbaik untukku

Cahaya cahaya
Yang kusimpan hingga nanti malam
Karena aku takut seperti semalam
saat mendung menyelimuti penjuru langit
Memisahkanku dengan sahabat-sahabatku
Aku sendirian dalam gelap

Tapi, akan kutaruh dimana nanti?
Di dadaku yang sudah terisi penuh sebak?
Di mataku yang sudah terisi penuh kelam?
Di hatiku yang sudah terisi penuh beban?
atau dimana?
Atau boleh kutitipkan padamu?
Asal kau tak keberatan dan tak membuatmu begadang satu siang ini

Tuesday, September 8, 2009

Menanti di Ujung Batas

Yang terdengar hanya bisikan angin
di tempat yang sunyi
Bertemankan senja
Aku berdiri
Waktu bergerak, melewatiku rapi berbaris teratur

Terpana kedepan
melihat hamparan ladang cerita
yang terpisah oleh jutaan dimensi

Terpana kedepan
masih ke hamparan ladang cerita
mencari sosokku disana
Melihat dan berharap

Diantara kerumunan itu
Kumelihatmu melihatku
Berjalan pelan, menyibak arus
Berjalan ke arahku

Disini, aku menantimu di ujung batas

Sunday, September 6, 2009

Sepanjang jalan


Jalannya lurus
Jalannya berkelok
Jalannya memutar
Jalannya buntu
Jalannya sempit
Jalannya terjal
Jalannya sesak
Jalannya sunyi
Jalannya mendatar
Jalannya mendaki

Pastilah jalan yang akan dan telah kau lalui



*saat hari berganti dan kantuk tak jua datang

aku letakkan disini


Aku letakkan disini
dan ambillah
Tak kan usang
Tak kan sirna

Tak usai kita menunggu
Untuk semi atau gugur
panas atau penghujan
maka ambillah

Aku letakkan disini
silahkan kau ambil kapan saja



nb: image

Saturday, September 5, 2009

story of weather

tidurlah di bawah rembulan


Wahai kau yang dijaga peri-peri malam
Dibelai angin malam bulan september
Meringkuk di selimut awan
Meranjut mimpi diantara simfoni alam
Berjalanlah..
Mendekatlah..
Duduklah disini, di sampingku

Duduklah dan mendekatlah
akan kuceritakan sepotong dongeng bulan
kisah di malam-malamnya

"Alkisah, seorang putri dirundung muram
hatinya kesepian
kebahagian semu yang hanya dia dapatkan
taburan intan permata mendinginkan setiap sel hatinya..

Dia menangis, berontak untuk sebuah cerita
berkedok hulabalang ia menerjang
menghancurkan setiap kukungan

Terlepaslah dia disebuah simfoni
tentang hijau
tentang perdu
tentang biru
tentang syahdu
tentang kelu
tentang semu
tapi sepi yang menjawabnya

Terkisah, matanya menangkap
dan hatinya gundah
merasakan sebuah perbedaan

Selintas dan wajahnya terukir jelas
saat terbuka maupun terpejam
saat sadar maupun berkhayal
gelombang menerjang
memupuskan alur energinya

Siang dan malam, wajahnya terpajang
di taman, di bangku, di tanah, di awan, di kayu
di setiap kerdipan
di sisakan sedetik saja untuknya, untuk melupakan

Waktu berjalan pelan
lurus kaku tak menoleh
hatinya kian sunyi
kian senyap
oleh pendatang misterius

30 hari lamanya sang putri menanti
untuk melihatnya
dibalik semak atau kayu reot penahan gubuk

saat menunggu lagi hatinya menepis
merapuh di batas terdalam
saat itu bayang-bayang menyurut
hingga kebatas pandangan

Darahnya menyusut
menyatu, menyisakkan tulang-tulang yang akan berserakan
dan waktu masih berjalan pelan
memberinya kabar, setengah perjalanan untuk candu senyumnya

Saat mata mengatup, alam mengiba
menyisakan nyanyian kosong
diantara selalu kelam yang sentiasa setia

Alam memanggilnya, duduk disamping kanan
memberi senyum
jiwanya dibasuh, dinisbikan dari kelam
diletakkan di pigura langit malam

Ah, jiwanya masih setengah ada
alam meniupnya
memberinya tangis dan tawa
sedih dan senang
benci dan cinta

Tapi semua terlepas
tersisa cinta, yang tergumul diantara sesak"

Masihkah kau disana?
Mendengarkan kisahku
tentang rembulan malam
Mungkin dia sedang melihat kita, atau aku saja?
Ah, tapi biarlah karena memang begitu kisahnya

Thursday, September 3, 2009

V. Sunyi

Angin yang menemaniku berangkat
Mendung yang mengajak ku bercanda
Hujan yang menghiburku, menyembunyikan tangisku dengan aernya
Mentari yang menuntunku, mendorong kembali asa yang terlanjur terpatri
Bulan yang mendengarkan ceritaku
Aer tempatku menumpahkan beban bebanku
Api yang menghangatkanku saat dingin menyapa

Siang untuk senyumku
Malam untuk tangisku

Dan sunyi untuk diriku, hatiku dan hidupku

* yang panjang dan melelahkan, saat senyum tak kukenali lagi

IV. Luka

Terterjang pisau waktu
Menerkamku dari semua penjuru
Tak terperi
Diamku yang akan menceritakannya padamu

Karena diamku yang mengantarmu pergi
yang terikat erat, menganga saat di tarik paksa
Mengelamkan dibalik bayang-bayang
dunia membalikku dalam ketidakberdayaan

Diamku mengantarmu
karena aku ragu bisa tersenyum lagi untukmu

III. Jarak




Terbentang jauh
antara kita
dibelahan yang berbeda

Waktu seakan tak seirama
memudarkanmu

Bukan dari tempatmu bersemayam dihatiku
tapi dari bayang-bayang ini

Mencengkeram kehampaan
disetiap malamnya
Melukis senyum semu
disetiap siangnya

Belenggu ini mengoyak oyak jiwa-jiwa yang terombang ambing
pada titik terapuh
Untuk mendekatkannya
aku menyerah

Biarkan malam ini aku berlayar
keteluk teluk terpencil
Diantara karang yang curam
dan kelamnya malam tanpa bintang
menambatkan sauhku
Dilautan mimpi yang tak berbatas
mencari imajinasi terindah

karena jarak ini terlalu jauh kurasakan
untuk sekedar membayangkanmu


*saat jarak itu menarik luka

Wednesday, September 2, 2009

II. Bisu

Kau sedekat diriku padaku
Jeda kita sejengkal, hanya fisik
hatiku tertaut tak terpisah

pelangi kulihat tiap hari
walau hujan tak datang mentari tak menyapa
bulan purnama berpijar keemasan
yang memijari hatiku
sejuk

Tapi ada yang iri pada kita
tentang waktu
yang tak mengijinkan kita sejenak berbagi kisah
untuk beberapa kisah terakhir

Hingga, semua memudar
berpendar dan mengabur oleh jarak
kau tak terjamah
walau hatiku tetap terpaut

Jika diam, maka dialah racunnya
Jika diam, dialah dinamitnya
Jika diam, dialah bara yang kusimpan yang akan membakarku sendiri

Mentari datang ketika pelangi kuharapkan
Bulan kian buram
emas-emasnya berganti gambar-gambar buram.

Saatku meninggalkanmu, kutinggalkan separuh hatiku
bukan untuk kutagih, tapi untuk menjagamu

Pelan dan aku meninggalkanmu disana
Kutinggalkan diamku, bisuku untukmu

I. Angin musim kemarau




angin malam yang membius kita
diantara malu dan mau
kutatap wajahmu dengan sangat dalam
saat kau tak melihatku

hatiku berdentum tak berirama
kadang melambat tak berdetup
tapi selepasnya cepat tak bisa kuimbangi

indahmu bukan disini
disana atau disitu
indahmu ada disenyummu
yang terpancar dari sumber tercantik

kau bintang kejora sengaja turun menggodaku
kisahmu kubungkus erat, nanti
kumasukkan dalam peti hati lalu kututup erat-erat, hingga saat nanti kau halal untukku

aku tersenyum untukmu
saat kau tak melihatnya
disaat yang sama aku mulai membisikan, aku cinta padamu untuk semua definisi yang telah dan akan ada

secangkir untukmu


setegak dan akan larut kegundahanmu
dua tegak dan akan melunak bimbangmu
tiga tegak dan terhenti tangismu
empat tegak dan air matamu menguap secepat meteor menyapa atmosfer
lima tegak dan beban-bebanmu mulai mengikis
terangkat pasti oleh angin dan cahaya
enam tegak dan senyummu malu malu tersungging dibibirmu
tujuh tegak dan kau berdiri mendekatiku
delapan tegak kau memegang pundakku, menyapaku dengan energi barumu
sembilan tegak aku lihat dirimu lagi yang berdiri tegak didepanku
sepuluh tegak dan kau habiskan secangkir teh untukmu dariku

dan kita tertawa bersama lagi
menuangkan secangkir, untuk sepuluh atau lebih tentang kisah kita
Gerra, kisah-kisah para raja.

bintang



kerlipnya tak terlalu terang
penghias malam yang kian kelam
berpendar dan meredup
bernafas dalam detik detak jantung

kisahnya langka
diantara cerita para dewa
tempat bersemayam
atau sebuah penjelmaan

terkisah pula sang putri
pujaan dewa-dewa belang
menghantam menghambar
buas tak punya aturan

arak-arakan mendung tenang menutupi sandiwara bintang
berlanjut disana
tidak disini

gerimis menyapa debu debu yang kian menggunung
dibalik sana, sandiwara dilanjutkan
sandiwara beku yang terus diputar oleh alam

Tuesday, September 1, 2009

Umai

Gw g pernah ketemu dengannya, kenal[tahu dikit tentang dia] juga baru. Awal mulanya dari sobat kelas gw maen ke GBA (Aliyaplex), ngobrolin masalah TA (padahal gw juga dah lupa tentang materi-materinya hoho). Dia sharing ke gw masalah TA nya, gw sendiri saat itu dikit ngerti tentang konsep ma teori TAnya. Banyak blanknya daripada ngertinya. Waktu sharing banyakan gw kasih masukan motivasi and trik2 ngerjain TA. Keasyikan ngobrol ma dia, Isya gw telat and gw ma dia cabut gak ikut sholat terawih.

Di hari sebelumnya gw pernah liat profile FB-nya si sobat gw itu. Berhubung siblingnya banyak, gw liatin atu-atu. Keluarga sobat gw adalah keluarga religius, bokapnya petinggi partai tiiitttttt yang terkenal dengan politik dakwahnya itu. Pas liat-liat ketemu profile sodaranya yang bikin gw heran and g percaya.

Waktu jalan pulang bolos terawih gw tanyaain. "Beneran sodara lw ada yang tatoan bos?"
"Iya", jawabnya singkat. Karena sangat penasaran gw korek2 dah info darinya, sedikit banyak gw ngerti tentang anak itu.

Esok malemnya, gw bener2 g kuat lagi nahan rasa penasaran bwt nyari info yang lebih mendetail tentang dia. Gw add dia di FB, langsung di approve ma dia. Gw cari-cari info tentangnya, ketemulah gw dengan blognya..disini blognya.

Ada satu tulisan di blognya yang menjadi jawaban apa yang gw cari. Ini link nya tralaltrilili, gw berharap moga-moga link itu gak dihapus ma dia.

Sebuah cerita yang sangat-sangat jujur menurut gw, cerita yang selalu gw pingin sampein ke semua orang disekitar gw, termasuk pakne ma mbokne gw, tapi gak pernah bisa keluar dari mulut gw. Gw sangat bersyukur pernah baca ini. Secara pribadi memang gw bukan orang setuju dengan apa yang menjadi keputusannya dalam ngadepin semua itu, tapi gw sangat terkesan dengan apa yang udah bisa dia sampein dengan sangat jujur dan terbuka lewat blognya.

Umai, begitu dia biasa di sapa ma temen2nya. Bukan artis, bukan anak yang sangat berprestasi mengharumkan nama bangsa, bukan anak yang dibanggakan orang tua, bukan teman yang bisa diandalkan, bukan anak yang bisa ini itu menuhin tuntutan orang lain. Dia memang bukan sapa-sapa, tapi dia adalah pahlawan bwt gw. Bukan untuk semua sikap dan kelakuannya, tapi untuk keinginannya untuk dimengerti dan disayangi, tentang cita-citanya saat dia dikucilkan. Dia bisa bicara sangat jujur dan gamblang tentang bagaimana nasib jutaan anak Indonesia yang sebenarnya. Diantara gelimangan harta dan kemewahan, jiwa mereka kosong. Lebih dari yang mereka dapat dari harta dan kekayaan, mereka sangat butuh cinta dan kasih sayang, bukan hanya dengan kata-kata. Tapi dengan hati.


Tulisan di blognya cukup panjang, tapi gw yakin tulisannya jauh sangat bagus jika dibandingin ma tulisan gw ini. Dia punya bakat alam bwt nulis yang luar biasa. At least, gw harap jangan lewatkan 1 katapun dari kisahnya.




note: thx alot bwt umai ma opang

pagi


Pagi itu awal kehidupan, saat dimana sesuatunya dimulai dari awal atau melanjutkan apa yang seharusnya diakhiri. Pagi itu saat jiwa-jiwa tersadar, bergegas menyibak selimut dan mambasuhkan aer ke jiwa-jiwa yang masih terkatung-katung di persimpangan. Pagi itu saat para pembuai diikat erat oleh terik mentari. Pagi itu saat mimpi digantungkan lagi, dituliskan diantara dinding dinding impian.Pagi itu saat kita bangun dan bergegas.

Sangat kusadari, separuh jiwaku kutinggal di sana, di waktu menjelang pagi, larut pagi, pagi buta dan pagi ketika mentari mulai terbit. Aku mencintai saat menjelang pagi, karena disanalah saat terbaikku untuk bertemu sahabat sejatiku. Bintang dan bulan, keduanya atau kadang bergantian, aku selalu menikmati saat kebersamaan itu. Saat itu adalah saat dimana waktu terbaik untuk berdoa dan meminta. Selalu kusempatkan untuk menyapa sahabat-sahabatku di atas sana, setelah aku berserah diri pada Yang Kuasa.

Larut pagi, adalah waktu tersunyi yang bisa kita temukan. Saat semua insan terlelap dan terbuai oleh mimpi mimpi, hanya suara binatang malam atau pengerat yang bersahut-sahutan, berpadu satu dengan yang lain. Saling mengisi, menguatkan dan melemahkan, tunduk pada harmoni alam . Orkestra terbaik yang pernah ada dimuka bumi ini. Bagian waktu yang selalu kusesali telah terlewatkan saat aku terbangun di pagi hari.

Saat suara-suara yang merdu menganggungkan nama "Allah", pagi buta mulai mengisi tempat, menggantikan sift yang pelan-pelan ditinggalkan oleh penghuni sebelumnya. Saat semburat merah mulai terlukis agung di ufuk timur sana. Masih sepi, namun pelan dan pasti, saat itu sahabat-sahabatku satu persatu mulai berpamitan.

Dan benar-benar ketika pagi datang, aku sendiri yang akan pergi. Menghapus aer mata, yang tak pernah bisa aku hentikan. Mencoba menutup cerita yang kuceritakan semalam dengan sahabatku, walau aku tahu itu adalah cerita yang abadi. Mencoba tersenyum dan terus mendoakan yang terbaik untuknya, tak peduli jikalau nanti terkabulnya doa itu menjadi hal yang terburuk untukku. Berjalan lagi sendiri, seperti sebelumnya. Namun yang pasti, kali ini aku harus bisa. Bukan untukku, tapi untuk sahabat-sahabatku. Karena aku tak ingin mengulang ngulang cerita yang sama pada sahabatku nanti malam.

Bismillah untuk hari ini, aku akan kembali nanti malam teman. Dengan cerita yang lebih indah untukmu.

Sunday, August 30, 2009

Sapa Pagi

Kalau pagi
kubiarkan mentari menghampiri
menyapa dengan hangat dan sinarnya
Ramah, dan kubalas sapa "Selamat Pagi"

Pagi, jangan diingkari
Hanya akan semakin mematri
biarkan saja
Karena akan selalu sama
dan kau akan terbiasa

Senyum pada mentari
karena dia akan semakin angkuh, ketika siang menjelang
untuk hari dan hati
Yang akan menjauh tak tersentuh

Sapa dengan caramu
dia absurd tak terdefinisi
Dia hanya penyapa
dan pertanda masa

Saturday, August 8, 2009

bukan disini


jangan dekati api
hanya untuk merasakan panas
lepaskan pisaunya
tak perlu digoreskan

dengarlah yang dihati
yang kau rasa selalu sama
cukup dibayangkan

bayang-bayang hilang kala pijar memudar
tunggu sampai sinar datang
karena tak perlu kau pecahkan perca-perca
untuk memuaskan nafsu
jika sampaipun
kelam yang akan menyelimuti

lepaskan..
jika itu membebanimu
tangis akan berujung
malam akan berganti

cerita akan berlanjut
tapi bukan disini
ditempat yang seharusnya

Friday, August 7, 2009

Di Bawah Pohon Randu Tengah Sawah

Tertegun melamun
Badan tua nan rapuh
Bergoyang tertiup bayu
di bawah pohon randu yang meranggas terkikis musim kemarau

Bulir hijau tampak bergoyang serempak
bukan padi, tapi kedelai

Keriputnya adalah bukti nyata kegigihannya melawan usia
Senja yang menggerogoti harinya
melemahkan koordinasi tubuhnya

Angin musim kemarau yang berpentas
kesana kemari membawa kabar-kabar
tentang siang siur
cerai, bunuh diri, kdrt, korupsi, gosip, gelanggang kampanye dan semua warta

Dia tak mengerti dan tak mau mengerti
Sejenak dia telan ludahnya untuk membasahi kerongkongannya

Sejenak kemudian dia berbisik, berdoa memulai harap
untuk istrinya yang kian kusut di ranjang tua
badannya mengurus dan mengering
termakan penyakit tanpa obat

Layang-Layang


Bergerombol anak anak
diantara pematang sawah
hijau kedelai yang masih 3 bulan menyemarakkan perayaan

Perayaan sederhana
untuk anak anak yang tak sanggup membeli komputer
atau sekedar ke warnet bermain game online

Teriakan teriakan menandakan keceriaan
lepas dari semua permasalahan yang menanti

Berkelok kelok gemulai
mengikuti arah angin
Yang berekor panjang diam angkuh
mencongak diantara yang lain

Ketika sang usil menyentil
Di ulurnya panjang-panjang
didekati sesaat
lalu ditarik kejam
Yang kalah terbang tak tentu
Dikejar teriakan riang dan bersemangat

Sang usil nan angkuh berdiri kokoh diatas
benangnya bergelas
Sang empu tersenyum puas

Menunggu surya turun ke peraduan
keriangan tak kan padam

Esok sore akan terus berulang, hingga angin musim kemarau lelah menyapa
dan menghilang diantara semak semak dan pepohonan yang rindang

Bocah

Merunduk diantara tanah kering di tengah sawah
seutas pelepah kulit pisang menggantung di pundaknya
Menggenggam erat senjata pamungkasnya
dari selongsong tangkai daun pisang

Di sampingnya berbisik menahan tawa
Sang teman memberi aba-aba
Satu temannya lagi tergeletak lunglai tak bergerak di seberang petak sawah

“Cari geranat”
Sang bocah kuncung kebingungan
menggerak gerakan bola mata tanda tak mengerti

Sang teman bergerak sigap, diantara terasering yang kian tandus karena hujan tak kunjung datang
Sambil merunduk ditariknya sebuah ketela pohon dibelakangnya
Matanya terpejam, bersemangat menarik ketela yang beranjak keras batangnya

Tercabut juga ketela kecil itu, di ujung akarnya ada 2 bulir ketela yang belum siap dipanen
Sang kawan berbagi
“Ini untukmu, ini untukku”

“Gunakan sebaik baiknya” mantap sang kawan memberi perintah

Hanya angin yang terdengar menggoyang goyangkan daun daun ketela pohon

Diantara hutan ketela pohon itu pasti musuh sedang mengintai
mereka menang jumlah, setelah kawan sang bocah mati terkapar di berondong peluru.

Matahari menyengat tajam ke kulit-kulit legam mereka

“Mereka mengadu siasat”

Sang bocah lari kesamping, menyusuri sungai yang mulai kering tak tersentuh hujan
Dari semak semak, mengintip hati hati ke arah atasnya

Tiga orang musuh sedang merunduk mengawasi keadaan,
mereka tak berpencar
tak menyadari bahaya

Namun tiba-tiba ketiga musuhnya berlarian kalang kabut
Kedua kawannya juga

Penasaran, dia naik dari semak semak sungai
Kawan-kawannya tak sempat memberi tahu

Ketika berada diatas dan tersadar, diantara hutan ketela pohon
sebuah cengkeraman menggenggam lengannya,
ditengoknya, diantara silau matahari, terlihat mata yang begitu buas memandangnya

“Ah, polisi dunia menangkapku,
padahal perang dunia hampir kami menangkan”

Meringis dia teringat kisah perang dunia yang diceritakan Bu Guru tentang perang dunia tadi pagi

Monday, July 27, 2009

Beban

panas
terkungkung
tersiksa
hasrat menggebu
terlepas
berharap bebas
meruntuhkan batas
berteriak
menendang
menggebrak
tajam menatap

lalu terdiam
menatap dalam
tertuduk
selalu sesal menyebak

Thursday, July 2, 2009

hanya satu kata


Satu kata, tapi membuat dunia selalu berwarna. Mengilhami jutaan manusia dengan ide-ide yang abadi. Tak pernah luluh lantah oleh goncangan alam. Terpatri erat dalam sejarah sejarah manusia, tersadur lewat lisan, tergores dalam batu batu cadas didalam goa-goa stalagtit stalagmit. Menyebar tak terkalahkan, bahkan oleh virus hasil rekayasa genetika terhebat sekalipun. Menyusuri setiap detak nadi, tak pandang usia, status, jabatan dan semua tetek bengek atribut panggung sandiwara.

Tertulis disetiap kata dalam kitab suci, diagung agungkan dalam setiap doa. Yang mengubah dunia secepat kedipan mata. Yang mengaitkan jiwa-jiwa yang lari dan berhamburan, menarik dan menatanya.

Yang muda, yang masih mengusap ingusnya. Hingga yang tua, yang hanya sanggup mengerdipkan mata saja. Di tempat tersunyi diantara lembah dan tebing, atau tempat terdigdaya dengan racun dan polutan.

Tapi ini bukan sembarang kata, sangat sulit membedakan mana yang dimaksud mana yang bukan. Karena dengan atas nama satu kata ini, dunia bisa menangis selagi tertawa terbahak-bahak.

Mampu menarik dan melepasnya saat itu juga, tergantung definisi mana yang paling menguntungkan.

Bersiaplah untuk menyapanya, tapi jangan kau ukir terlalu dalam. Karena mana yang sejati, engkau hanya menebaknya. Sisanya serahkan pada Yang Menitipkannya.

Saturday, June 27, 2009

malam ini

apakah kau berharap sepertiku?
mentari yang tak kunjung menyeruak dari peraduannya
bintang-bintang bertaburan dilangit
menemani irama binatang malam
hasrat dan angkara tersandar sejenak
dibuai angin malam yang merusuk hingga sumsum tulang-tulangmu

masih berharap
waktu diam, tak melangkah
biar terasapi maknanya
dalam remang-remang
biar terhapus semua penyesalan

masih terus berharap

Tuesday, June 16, 2009

sore diatas jembatan tol buahbatu

hujan rintik-rintik membasahi jalan yang sudah basah
diantara deru mobil lalu lalang yang tak pernah usai
kubangan-kubangan kecil dan tanah becek
aku tahu, hujan deras sempat mampir disini

sejenak kutatap
diujung barat sana, mentari berjuang keras menembus dinding tipis awan kelabu
ingin menyapa dunia di akhir hari
sebelum masuk keperaduannya

diseberang selatan bawah sana
sawah-sawah yang mulai menghijau tua warnanya
tampak diam membisu
meresapi setiap tetes air yang ditinggalkan sang awan sejenak tadi
hingga sekarang
angin hilang rimbanya, entah bersembunyi dimana dia

mobil-mobil bergerak angkuh
melaju cepat menghantam masa dan memangsa jarak
ada yang menyusul keperaduan sang surya
ada yang membelakangi sang surya

dibawahku tepat membujur dari utara keselatan
sebuah jalan sempit berlubang
menjadi tumpuan ratusan kendaraan yang merayap
menyelusupi setiap jengkal aspal dijalan itu

kutatap keutara, disana gedung bertingkat berdiri
diantara atap-atap rumah yang tidak memberi ruang untuk bernafas

semua bergerak
cepat ataupun merayap
menyusuri setiap gang sempit kehidupan

ah hujan ini membawaku kembali kelamunan
kubiarkan saja bajuku basah, perlahan aku berjalan turun
bergelayut diantara ranting dan dahan pohon yang tersisa
tak ingin terjebak dalam lamunan
aku turun

dan gubrakkss..
aku terjatuh diantara lumpur dan kubangan
dan aku tersenyum
sore yang indah, yang tak akan terlupakan






*bandoeng, 2006*

Monday, June 15, 2009

ceritakan tentang hujan

ceritakan padaku tentang hujan
tentang mentari yang tersembunyi dibalik awan-awan tebal
tentang tetes air yang mendedangkan suara kedamaian
butir-butirnya memandikan semua peluh dan debu

ceritakan padaku tentang hujan
yang menggemburkan setiap jengkal lahan-lahan yang kering kerontang
mengukir kembali senyum para petani yang mulai membungkuk pinggangnya dimakan usia
mengalirkan lagi parit yang terus mengeras tanahnya

ceritakan padaku tentang hujan
yang menemani kita membahasi tubuh
melahap puluhan kilometer perjalanan dengan berlarian
diiringi sendau gurau

ceritakan padaku tentang hujan
tentang airnya yang mengalir
dan bunyi kodok yang akan menemaniku sepanjang malam
membuaiku ke mimpi terindah
tentang impian dan kedamaian

ceritakan padaku tentang hujan
yang menorehkan kenangan di setiap detik dalam tetesannya
dalam kenangan yang tak pernah lekang
oleh seluruh musim kemarau yang ada

ceritakan padaku tentang hujan
nantikan kusampaikan kisahku kepadamu
melalui angin dan mendung.

Sunday, June 14, 2009

bahasa

a
i
u
e
o

itu yang merangkai kita
menautkan hati dalam kesepahaman
mengisyaratkan cinta, benci, senang, rindu, angkara, kepedihan dan cerita lainnya

memabukkan kita dalam anggur-anggur asrama
menguras seluruh isi air mata yang tersisa
mengocok setiap jengkal sel diperutmu
melampiaskan setiap beban yang kausandang
mengeluarkan setiap kisahmu dalam lembaran lembaran catatan berpena bahasa

o
e
u
i
a

jejak

di bawah lentera malam
aku diam membisu
melihat bayang-bayang suram dibawah kaki
diantara gulita malam

mencari sisa-sisa jejak langkah yang sempat kutinggal
di antara terik mentari sedari tadi
debu-debu mengangkatnya tipis menerjangkannya diantara jarak dan masa
berbekal kelap kelip pelita malam
aku terus mencoba

aku masih mencoba
mencoba mengais dan menautkan sisa-sisa jejak yang kutemui
sungguh berharap semua terkumpul
karena pelan-pelan akan kurangkai semuanya
kupasangkan diantara lentera malam
agar menunjukku kesatu arah yang kucari

Thursday, June 11, 2009

Dia

Dan Dia Maha Segalanya
Yang membalikan hati dan waktu

Wednesday, June 10, 2009

puisi hujan

Ini puisi hujan..
Airnya menerjang setiap inchi kemarau yang berkepanjangan
Embunnya memoles setiap jengkal hati yang lelah
Dinginnya meninabobokan duka dan luka
Cintanya merintis senyum dalam kelam

Dan..
Engkau hujanku
Menyiramku dari tidur perpanjangan
Meronai ruang jiwaku dengan pelangi syahdu
Melelehkan sendi-sendi keangkuhanku

Kan kutunggui awan, hingga membawamu kembali
kutahu kemarau akan lebih panjang
namun cintamu abadi disini, diantara air hujan yang kusimpan
dihati..

tentang cinta

cinta itu rumit dalam setiap kesederhanaannya
bersilat dan mengelit
berpadu dan berpendar
bersama dalam cerai berai
menembus ironi dan batas logika

cinta itu sederhana dalam jurang kerumitannya
cukup iya atau tidak
suka atau tidak
dan benci atau cinta
cukup kaupilih

drama malam

Daun bergoyang beriringan
selembut dan segemulai nyanyian bayu
Jangkrik dan belalang tua bersenandung serak
berirama bersama penghuni malam yang lain

Daun tua perlahan tersurut jatuh
tertarik gravitasi tanpa tertahan
dan sang kunang-kunang mengiringinya

Bulan adalah ratunya
gemulai cantik memenuhi semesta
kadang tersipu malu
diambilnya sehelai awan yang kusam menutupi senyumnya

Aroma tanah bercampur hujan sempat tersedut memenuhi cakrawala
dan hilang berkibar oleh dayang dayang malam
tapi tak didunia sana
separuh pekat menutupinya
menjaganya untuk tetap ada dan tak kan hilang

Sedang beribu bahkan berjuta detak kehidupan
saling mengisi dan mengait
hingga fajar menyingsing
menggantinya dengan drama yang lain
tapi biarkanlah drama ini terjadi

Karena aku menikmatinya
kala dunia yang kutunggu tak jua sampai




*dan terucap salam untuk teman-teman malamku*

pekat

Akulah asap
hitam
pekat melayang, mengabur dan menghilang
dari pori-pori kayu kering
berlumut kerak, lapuk oleh cengkerama alam





*yang sempat tersimpan*

dimana dia malam ini?

Dia sempat datang tadi siang, tapi hanya diam.
Aku berharap dia bercerita tapi tak kunjung mengalir kata2 yang kutunggu
Kubiarkan..

Tapi cerita berubah
Gerimis datang..
Tak kunjung kulihat dia
Hanya awan lembut disana, bersama angin malam mengantarnya sambil meringkuk

Kisah-kisahnya adalah pelangi
Walau dia tak pernah menaburkan warnanya
Aku sering menangis mendengar ceritanya sendunya
Tak jarang aku terpingkal-pingkal, melihat mimik mukanya, walau tanpa kata.

Dia sering bercerita tentang bintang
Tentang matahari pun sering dia bercerita
dan sekali sekali cerita tentang dirinya

Dia pendengar yang baik
Tak pernah menyelaku selayak aku bercerita pada bayang-bayang
Diakhir ceritaku dia masih saja diam, sampai kubilang ceritaku telah berakhir

Dia selalu jadi temanku ketika yang lain menjadi musuhku
Dia selalu jadi saudaraku ketika tak lagi ada yang memanggilku
Dia selalu jadi cintaku ketika semua membenciku

Kalau malam ini dia tak datang,
Kepada siapa cerita ini akan kubagi?

Aku tahu dia cintaku tapi bukan miliku
Tapi kumohon engkau mengerti tentang kisahku
Karena dia yang kutunggu di setiap detiknya..