Ketika aku kehabisan kata
kehabisan tinta
kehabisan makna
kehabisan jiwa
Kutengok lagi 100 puisiku
berharap masih ada yang tersisa
Thursday, December 31, 2009
Sahabatku
Malam
Rembulan bintang
Angin dan dingin malam
Serangga malam
Adakah yang belum kutuliskan?
Rembulan bintang
Angin dan dingin malam
Serangga malam
Adakah yang belum kutuliskan?
Sepi
Tuhan ijinkan aku melangkah kebintang bintang disana
Semalam saja
Aku dan dia dalam kesepian
Biarkan kami bertemu dan saling menyapa
untuk membunuh sepi yang menyayat ini
Semalam saja
Semalam saja
Aku dan dia dalam kesepian
Biarkan kami bertemu dan saling menyapa
untuk membunuh sepi yang menyayat ini
Semalam saja
Bawa kembali aku malam
Malam ambil aku kembali
Aku terlalu asing untuk siang dan dunianya
Aku rindu bulan, bintang, angin malam
Orkestra serangga, gemrisik semak
dan semuanya
Bawa aku kembali malam
Aku terlalu asing disini
Aku terlalu asing untuk siang dan dunianya
Aku rindu bulan, bintang, angin malam
Orkestra serangga, gemrisik semak
dan semuanya
Bawa aku kembali malam
Aku terlalu asing disini
Rembulan
Menyingkirlah sebentar awan
aku ingin berbincang sebentar dengan rembulan
Sudah terlalu lama aku mengabaikannya
aku ingin berbincang sebentar dengan rembulan
Sudah terlalu lama aku mengabaikannya
Di kamar ini, sunyi
Di sudut-sudut kamar ini hanya sunyi yang kutemui
Tak ada cerita
Tak ada nanyian
Tak ada tangisan
Atau canda tawa
Benar-benar khusyuk dalam sunyi
Aku terpekur di satu sisi
Diam mendengarkan
berharap dinding-dinding bercakap-cakap
Hingga kutahu apa yang terjadi
di kamar ini, tadi, kemarin, dan kemarinnya lagi
Tak ada cerita
Tak ada nanyian
Tak ada tangisan
Atau canda tawa
Benar-benar khusyuk dalam sunyi
Aku terpekur di satu sisi
Diam mendengarkan
berharap dinding-dinding bercakap-cakap
Hingga kutahu apa yang terjadi
di kamar ini, tadi, kemarin, dan kemarinnya lagi
10.29
Semenit mendekat 10.30
Semenit meninggalkan 10.28
Entah dimana
Tempat ini diam tapi kian melaju
Menulis dan menghapus
Berpijak atau membeku disana?
Entah
Yang kutahu sekarang masih 10.29
Semenit mendekat 10.30
Semenit meninggalkan 10.28
Semenit meninggalkan 10.28
Entah dimana
Tempat ini diam tapi kian melaju
Menulis dan menghapus
Berpijak atau membeku disana?
Entah
Yang kutahu sekarang masih 10.29
Semenit mendekat 10.30
Semenit meninggalkan 10.28
Aku Sang Pencemburu
Aku pencemburu malam
yang sabar menjaga mimpi-mimpi
Aku pencemburu awan
yang ikhlas membagi hujan kehidupan
Aku pencemburu siang
yang telaten membimbing jiwa-jiwa
Aku pencemburu kemarau
yang kebal akan cacian dan hinaan
Aku pencemburu alam
yang diam dengan semua kesengsaraan
Aku pencemburu burung terbang
yang bebas melayang tak terikat
Aku pencemburu bintang
sang penunjuk arah dan tujuan
Aku pencemburu lautan
yang sabar tabah menampung curahan air
Aku sungguh-sungguh hanya sang pencemburu
Maafkan aku Tuhan
yang sabar menjaga mimpi-mimpi
Aku pencemburu awan
yang ikhlas membagi hujan kehidupan
Aku pencemburu siang
yang telaten membimbing jiwa-jiwa
Aku pencemburu kemarau
yang kebal akan cacian dan hinaan
Aku pencemburu alam
yang diam dengan semua kesengsaraan
Aku pencemburu burung terbang
yang bebas melayang tak terikat
Aku pencemburu bintang
sang penunjuk arah dan tujuan
Aku pencemburu lautan
yang sabar tabah menampung curahan air
Aku sungguh-sungguh hanya sang pencemburu
Maafkan aku Tuhan
Tembok
Sungguh ku tak percaya
Pada dinding tembok dingin disebelahku
Benarkah dia tuli mendengarkan ocehanku
atau penguping sejati yang berpura pura?
Pada dinding tembok dingin disebelahku
Benarkah dia tuli mendengarkan ocehanku
atau penguping sejati yang berpura pura?
Rasa yang Kau titipkan
Tuhan terima kasih atas rasa yang telah Kau titipkan
ijinkan aku untuk berlari lagi
menembus semak membelah malam
Aku ingin tersesat pada kelam malam
ijinkan aku untuk berlari lagi
menembus semak membelah malam
Aku ingin tersesat pada kelam malam
Pembunuh atas nama cinta
Aku mengoyak luka kekasihku dengan cinta
dengan kata hilang makna
sirna
Mengurai badai
saat kemarau ceria
Datang dengan tiba-tiba
Lidahku mengeras baja
membatu menusuk raga
Lagi-lagi atas nama cinta
Aku menusuknya dengan bara
Oleh masa tak terulang
namun urung terlupa
Sungguh hina diri, malang
Aku petir yang memaksa air
berpisah dengan awan
Menguap dan hilang
Aku menyerapnya dalam kelam
dengan kesunyian hampa
Padahal dia siang yang periang
dengan pelangi di ujung harinya
Sungguh aku pembunuh jiwa
atas nama cinta
dengan kata hilang makna
sirna
Mengurai badai
saat kemarau ceria
Datang dengan tiba-tiba
Lidahku mengeras baja
membatu menusuk raga
Lagi-lagi atas nama cinta
Aku menusuknya dengan bara
Oleh masa tak terulang
namun urung terlupa
Sungguh hina diri, malang
Aku petir yang memaksa air
berpisah dengan awan
Menguap dan hilang
Aku menyerapnya dalam kelam
dengan kesunyian hampa
Padahal dia siang yang periang
dengan pelangi di ujung harinya
Sungguh aku pembunuh jiwa
atas nama cinta
Tidur
Aku ingin tidur diantara ilalang
Dipelukan bintang
Dongeng-dongeng indah oleh kumbang
Dengan iringan orkestra malam yang mengalun tenang
Dipelukan bintang
Dongeng-dongeng indah oleh kumbang
Dengan iringan orkestra malam yang mengalun tenang
Ujung lingkaran
Mencari ujung
dari lingkaran jalan ini
Kau tertawa?
Jangan mengejekku
cukup kau tunggu
Nanti kukirim kurir
Jika kami telah bertemu
dari lingkaran jalan ini
Kau tertawa?
Jangan mengejekku
cukup kau tunggu
Nanti kukirim kurir
Jika kami telah bertemu
Bisu
Sepanjang kata
yang tak lekang mengurai makna
cita, cinta
sedih, perih
sendu, pilu
hina, dina
asa, bara
kelam, cahaya
buram, warna
siksa, luka
iris, tangis
Masih bisu
berteriak dalam kesunyian
tak terdengar
Suaraku masih tak terdengar
Aku bisu oleh kata
yang tak lekang mengurai makna
cita, cinta
sedih, perih
sendu, pilu
hina, dina
asa, bara
kelam, cahaya
buram, warna
siksa, luka
iris, tangis
Masih bisu
berteriak dalam kesunyian
tak terdengar
Suaraku masih tak terdengar
Aku bisu oleh kata
Inikah surga, Tuhan?
Merdu denting gerimis
Harum tanah yang melepas kerinduan pada sang hujan
Awan berkabut berarakan
menembus dinding gunung
mencari peraduan sebelum malam merunggut cahaya
Air hujan mengalir, sekali kali menggoda kakiku yang telanjang
genit
Gemulai burung-burung hitam
Menari menyergap dalam diam
Aku terpaku terpukau
Inikah surga Tuhan, yang sering Engkau janjikan?
Harum tanah yang melepas kerinduan pada sang hujan
Awan berkabut berarakan
menembus dinding gunung
mencari peraduan sebelum malam merunggut cahaya
Air hujan mengalir, sekali kali menggoda kakiku yang telanjang
genit
Gemulai burung-burung hitam
Menari menyergap dalam diam
Aku terpaku terpukau
Inikah surga Tuhan, yang sering Engkau janjikan?
Ijinkan aku tidur Tuhan
Ijinkan aku tidur Tuhan
Kala malamku begitu panjang
dan pagi enggan datang
Ijinkan aku tidur Tuhan
Saat doa-doaku mulai palsu
terucap beku
Ijinkan aku tidur Tuhan
Ketika langkahku tak lagi menyatu
pada hati dan tujuanku
Ijinkan aku tidur Tuhan
Jika inderaku pergi
pada hati yang pelan mati
Ijinkan aku tidur malam ini Tuhan
Sungguh aku terlalu lelah untuk bersyair lagi
Kala malamku begitu panjang
dan pagi enggan datang
Ijinkan aku tidur Tuhan
Saat doa-doaku mulai palsu
terucap beku
Ijinkan aku tidur Tuhan
Ketika langkahku tak lagi menyatu
pada hati dan tujuanku
Ijinkan aku tidur Tuhan
Jika inderaku pergi
pada hati yang pelan mati
Ijinkan aku tidur malam ini Tuhan
Sungguh aku terlalu lelah untuk bersyair lagi
Sunday, December 20, 2009
Aku malam juga siang
bukan malam
bukan siang
hanya malam juga siang
dan atau mungkin sebaliknya
dan (mungkin) itulah aku
bukan siang
hanya malam juga siang
dan atau mungkin sebaliknya
dan (mungkin) itulah aku
Saturday, December 19, 2009
Aku Pulang Tengah Malam
Aku pulang tengah malam
Saat tak ada kata
yang merayu atau mendusta
Aku pulang tengah malam
Membawa kelam
di tangan dan hatiku
Aku pulang tengah malam
Saat kalian terlelap
mengendap tak ingin kalian merayakan kehadiranku
Aku pulang tengah malam
Saat batas menjadi kabur
dan masa menjadi ambang
Dan masih aku pulang tengah malam
Mungkin selalu
Janganlah kau tunggui aku
Malam ini aku pulang tengah malam
Saat tak ada kata
yang merayu atau mendusta
Aku pulang tengah malam
Membawa kelam
di tangan dan hatiku
Aku pulang tengah malam
Saat kalian terlelap
mengendap tak ingin kalian merayakan kehadiranku
Aku pulang tengah malam
Saat batas menjadi kabur
dan masa menjadi ambang
Dan masih aku pulang tengah malam
Mungkin selalu
Janganlah kau tunggui aku
Malam ini aku pulang tengah malam
Padam Bara
Sekilas temaram
di balik ringkih detak nafas
bergejolak tak bersuara
Menyerap jiwa
Aku butuh air, wahai pujangga
yang mendinginkan gelora, wahai pecinta
menggemburkan ladangku, wahai kelana
mendewasakan cintaku, wahai yang kucinta
Padamkan baraku, tolonglah
wahai kalian semua
di balik ringkih detak nafas
bergejolak tak bersuara
Menyerap jiwa
Aku butuh air, wahai pujangga
yang mendinginkan gelora, wahai pecinta
menggemburkan ladangku, wahai kelana
mendewasakan cintaku, wahai yang kucinta
Padamkan baraku, tolonglah
wahai kalian semua
Thursday, December 17, 2009
Sore indah untuk malam kelabu
berjalan diantara trotoar lusuh
dengan kaki telanjang
merasakan cipratan comberan
dengan percik gerimis hujan
dan deru petir bersahut pilu
malam mulai menyergap
bayangan kelam dalam diam
cerita indah menyambut malam
setidaknya tidaknya untukku
dengan kaki telanjang
merasakan cipratan comberan
dengan percik gerimis hujan
dan deru petir bersahut pilu
malam mulai menyergap
bayangan kelam dalam diam
cerita indah menyambut malam
setidaknya tidaknya untukku
Monday, December 14, 2009
Hilang Kata
Tolonglah
aku kehilangan kata
yang menyampaikan cinta
yang meneriakan luka
yang meramaikan cerita
yang menembus dinding masa
yang mengurai makna
yang menemani tawa
yang
yan
ya
y
.
aku kehilangan kata
yang menyampaikan cinta
yang meneriakan luka
yang meramaikan cerita
yang menembus dinding masa
yang mengurai makna
yang menemani tawa
yang
yan
ya
y
.
Sunday, December 6, 2009
Hilang
Menjadi yang tak terdefinisi
diantara kata
Atau terbuang diantara onggokan masa?
Hitam diantara gulita
Tertimbun di lorong-lorong cerita
yang mengalir tak biasa
Hidup kadang untuk ada
atau
mungkin lebih baik jika menghilang
dan musnah saja?
diantara kata
Atau terbuang diantara onggokan masa?
Hitam diantara gulita
Tertimbun di lorong-lorong cerita
yang mengalir tak biasa
Hidup kadang untuk ada
atau
mungkin lebih baik jika menghilang
dan musnah saja?
Thursday, December 3, 2009
Pergi datang
pergi pergi pergi
sunyi sunyi sunyi
lari berlari
hampar terbentang
juang dan harap
sore dan pagi, silih berganti
membalik lembaran
menindih ditempat terberat
berlari lari
ramai ramai ramai
lalu?
sunyi sunyi sunyi
lari berlari
hampar terbentang
juang dan harap
sore dan pagi, silih berganti
membalik lembaran
menindih ditempat terberat
berlari lari
ramai ramai ramai
lalu?
Thursday, November 26, 2009
Maafkan Malam
aku datang dari malam
dari kelam
cerita tentang ketiadaan
sempat menjadi siang
untukku menyapamu
tapi tak pernah menyentuhmu
dan kembali kumenghilang
oleh malam
tentang ketiadaan
maafkan aku (malam)
dari kelam
cerita tentang ketiadaan
sempat menjadi siang
untukku menyapamu
tapi tak pernah menyentuhmu
dan kembali kumenghilang
oleh malam
tentang ketiadaan
maafkan aku (malam)
Hujan Ketika Takbir
Ketika takbir hujan datang
malam tersenyum
Irama denting air dan gema "Allahuakbar"
mengiringi malam
mengawalnya hingga peraduan
Ada bisik kebesaran disana
dengan kata yang ditangkap kelam
dan irama yang dilebur cinta
Merindukah engkau?
tentang pujian kemenangan bersama denting hujan
yang berpekik sepanjang kenangan
Bergabunglah, kami menunggumu
malam tersenyum
Irama denting air dan gema "Allahuakbar"
mengiringi malam
mengawalnya hingga peraduan
Ada bisik kebesaran disana
dengan kata yang ditangkap kelam
dan irama yang dilebur cinta
Merindukah engkau?
tentang pujian kemenangan bersama denting hujan
yang berpekik sepanjang kenangan
Bergabunglah, kami menunggumu
Saturday, November 21, 2009
Siapa saya?
Yang menadah hujan itu angin
dia yang merayu awan itu menjatuhkannya
Yang menghembuskan angin itu panas
dia yang mendesak, merangsak
ketempat si dingin
Yang mengobarkan panas itu si mentari
dia tersangka pertama
Yang menyapa mentari siapa?
tentu bukan saya, karena saya masih bertanya siapa saya
dia yang merayu awan itu menjatuhkannya
Yang menghembuskan angin itu panas
dia yang mendesak, merangsak
ketempat si dingin
Yang mengobarkan panas itu si mentari
dia tersangka pertama
Yang menyapa mentari siapa?
tentu bukan saya, karena saya masih bertanya siapa saya
Tuesday, November 17, 2009
aku menyerah untukmu
aku menyerah untukmu hujan
bilaslah aku semaumu
karena aku yang serakah
menimba panas dan menyulut asap
aku menyerah untukmu (hujan)
bilaslah aku semaumu
karena aku yang serakah
menimba panas dan menyulut asap
aku menyerah untukmu (hujan)
Monday, November 16, 2009
Balada Malam dan Hujan
Setaun ini tak kan selamanya kering
Hujan semalam,menyirami menyegarkan simpul-simpul senyumku
Baunya selayak nirwana terbentang d depan.
Hanya ilalang basah bersembunyi
Diantara orkestra jangkrik dan binatang malam
Sungguh segarnya.
Tak kurasa sebelumnya, tentang mereka
Sedikit tunasnya malu-malu muncul
Diantara butiran kristal terindah
Dia hidup
Dasar penipu mata para pencari cinta beku
Diam khyusuk menatap alam
Membisu
ah aku tau jawabannya.....
Hujan semalam,menyirami menyegarkan simpul-simpul senyumku
Baunya selayak nirwana terbentang d depan.
Hanya ilalang basah bersembunyi
Diantara orkestra jangkrik dan binatang malam
Sungguh segarnya.
Tak kurasa sebelumnya, tentang mereka
Sedikit tunasnya malu-malu muncul
Diantara butiran kristal terindah
Dia hidup
Dasar penipu mata para pencari cinta beku
Diam khyusuk menatap alam
Membisu
ah aku tau jawabannya.....
Sunday, November 15, 2009
Sunyi
Ketika sunyi aku mati
terdampar di antara dinding yang membisu
bukanku tak ingin teriak
aku hanya ingin mendengar detak jantungku
dan jantung malam, jika sudah tiba masanya
Ketika mati apakah akan sunyi?
mungkin dinding itu yang akan menjawab
terdampar di antara dinding yang membisu
bukanku tak ingin teriak
aku hanya ingin mendengar detak jantungku
dan jantung malam, jika sudah tiba masanya
Ketika mati apakah akan sunyi?
mungkin dinding itu yang akan menjawab
Friday, November 13, 2009
24 Malam
Dengan Menyebut Asma-Mu
Bunyi tetes aer sisa hujan sore tadi mengiringiku merasuk ke pekatnya malam, menelusuri beragam perjalanan yang tak dapat tersentuh lagi. Aku sudah melewati malam ini sebanyak 24 kali dalam hidupku. Malam beragam, dan coba dengan keras kuingat bahwa aku selalu melewati malam-malam yang berbeda disetiap tahunnya.
Begitu banyak yang mengganjal disini, di malam ini. Ada yang mengikat erat kedua kakiku hingga urung kugerakkan. Aku masih disini, di sela-sela ruang kelam di sudut malam yang selalu pekat tak terjamah sinar bulan dan bintang. Walau dengan keras aku berusaha menyibaknya, hampir percuma aku berusaha.
Diantara gelap gulita, aku masih berusaha tertawa atau sekedar tersenyum. Aku tidak peduli apakah ada yang peduli dengan tingkahku ini, aku merasa malam ini menyerap semua sisa kebahagian yang sempat kusisihkan dan kutabung. Aku masih belum ikhlas pada malam, yang setia menemaniku tapi membunuhku secara perlahan.
Malam terus menerobos lorong-lorong waktu dengan kepastian, dan aku masih berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaanku sendiri dalam keraguan.
Sore tadi hujan menggilas beringas sisa-sisa kejayaan sang kemarau. Melibasnya tak bersisa bahkan tak ada secuil ruang kosong yang tersisa untuk debu dan kekeringan, semuanya dipenuhi basah dan lembab. Sebuah konspirasi sederhana untuk menyambut malam ini. Hujan, gerimis, pekat malam, dingin dan sunyi inilah lakonku untuk malam ke 24 ini.
Takkan kuceritakan lagi kisahku yang sudah terenggut oleh malam, aku kehabisan cerita dan tenaga untuk menulis lagi cerita. Tangan mendekap rapat, kusembunyikan diantara gigilan tubuhku. Ada yang kusembunyikan diantara rapatnya dekapan tanganku.
Kau tahu apa itu? Itulah mimpiku atau lebih tepatnya sisa mimpiku yang hampir hilang terbasuh masa. Mulanya pada malam ke 8, aku mulai mengumpulkannya. Di tiap malam berikutnya aku selalu mengumpulkannya. Satu demi satu, sedikit demi sedikit. Hingga pada malam ke 16 aku merasakan bahwa itulah malam dengan mimpi-mimpi terbanyak yang berhasil aku kumpulkan. Selanjutnya terus berkurang disetiap malamnya hingga malam ini, sedikit sisa yang masih ada. Yang entah esok hari akankah masih bersisa atau aku akan kehilangan mimpiku yang terakhir ini selamanya.
Malam kemarin aku sempat berpikir untuk membuangnya, tapi pelita-pelita sekitarku yang terus menjagaku untuk tetap terjaga, dan terus berjuang mempertahankannya hingga malam ini menjelang di pertemuan dengan hujan tadi sore. Pelita-pelita yang luar biasa, yang kehadirannya adalah kehangatan untuk siksaan dingin, senda tawa untuk kesunyiaan tiada berakhir, dan senyum untuk setiap tetes aer mata.
Ada asa disini, dibalik kaos hijau tua yang mulai lusuh dimakan usia yang sedang kukenakan ini. Asa untuk tersenyum dan memintal sisa mimpiku menjadi cahaya terang yang menyeimbangkan malam. Asa untuk pelitaku yang terus bersinar ketika aku berusaha menafikannya.
Dan kubiarkan sesaat diriku berhenti, mencari suara adzan ditengah malam. Kusimpuhkan raga, diam dalam doa.
Dan aku masih berdoa.
Untukmu sang Kuasa, atas siang dan malam serta masa.
Diam, diantara kesunyian yang mencekam.
Hingga tiba kesadaran sederhana menembus dinding asa, untuk sebuah keputusan:
Malam ini akan kujerang mimpiku, kubuka dekapanku dan mulai kupintal semuanya menjadi cahaya yang indah dan berwarna warni.
Aku tak takut lagi, dengan atau oleh malam. Sekarang aku tahu, inilah mimpiku yang abadi, yang dititipkan Raja Semesta pada setiap insan.
Sesederhana ini? Kujawab iya, untuk sebuah keinginan kuat hanya sesederhana ini. Perjalanan yang akan menguji kesederhanaan makna "iya".
Aku akan tidur, tak ingin kuhabiskan malam ke 24 ini untuk kutemani, toh semua akan berjalan seperti sedia kala, seperti yang sudah di gariskan.
Akan kusimpan tenagaku untuk esok, akan kucari kepingan puzzle mimpi yang pernah ada dan sekarang hilang.
Aku yakin, masih ada disana. Nanti, di hari nanti diantara pagi, siang dan sore atau bahkan mungkin ada diantara malam dan ceritanya. Wallahualam.
Bunyi tetes aer sisa hujan sore tadi mengiringiku merasuk ke pekatnya malam, menelusuri beragam perjalanan yang tak dapat tersentuh lagi. Aku sudah melewati malam ini sebanyak 24 kali dalam hidupku. Malam beragam, dan coba dengan keras kuingat bahwa aku selalu melewati malam-malam yang berbeda disetiap tahunnya.
Begitu banyak yang mengganjal disini, di malam ini. Ada yang mengikat erat kedua kakiku hingga urung kugerakkan. Aku masih disini, di sela-sela ruang kelam di sudut malam yang selalu pekat tak terjamah sinar bulan dan bintang. Walau dengan keras aku berusaha menyibaknya, hampir percuma aku berusaha.
Diantara gelap gulita, aku masih berusaha tertawa atau sekedar tersenyum. Aku tidak peduli apakah ada yang peduli dengan tingkahku ini, aku merasa malam ini menyerap semua sisa kebahagian yang sempat kusisihkan dan kutabung. Aku masih belum ikhlas pada malam, yang setia menemaniku tapi membunuhku secara perlahan.
Malam terus menerobos lorong-lorong waktu dengan kepastian, dan aku masih berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaanku sendiri dalam keraguan.
Sore tadi hujan menggilas beringas sisa-sisa kejayaan sang kemarau. Melibasnya tak bersisa bahkan tak ada secuil ruang kosong yang tersisa untuk debu dan kekeringan, semuanya dipenuhi basah dan lembab. Sebuah konspirasi sederhana untuk menyambut malam ini. Hujan, gerimis, pekat malam, dingin dan sunyi inilah lakonku untuk malam ke 24 ini.
Takkan kuceritakan lagi kisahku yang sudah terenggut oleh malam, aku kehabisan cerita dan tenaga untuk menulis lagi cerita. Tangan mendekap rapat, kusembunyikan diantara gigilan tubuhku. Ada yang kusembunyikan diantara rapatnya dekapan tanganku.
Kau tahu apa itu? Itulah mimpiku atau lebih tepatnya sisa mimpiku yang hampir hilang terbasuh masa. Mulanya pada malam ke 8, aku mulai mengumpulkannya. Di tiap malam berikutnya aku selalu mengumpulkannya. Satu demi satu, sedikit demi sedikit. Hingga pada malam ke 16 aku merasakan bahwa itulah malam dengan mimpi-mimpi terbanyak yang berhasil aku kumpulkan. Selanjutnya terus berkurang disetiap malamnya hingga malam ini, sedikit sisa yang masih ada. Yang entah esok hari akankah masih bersisa atau aku akan kehilangan mimpiku yang terakhir ini selamanya.
Malam kemarin aku sempat berpikir untuk membuangnya, tapi pelita-pelita sekitarku yang terus menjagaku untuk tetap terjaga, dan terus berjuang mempertahankannya hingga malam ini menjelang di pertemuan dengan hujan tadi sore. Pelita-pelita yang luar biasa, yang kehadirannya adalah kehangatan untuk siksaan dingin, senda tawa untuk kesunyiaan tiada berakhir, dan senyum untuk setiap tetes aer mata.
Ada asa disini, dibalik kaos hijau tua yang mulai lusuh dimakan usia yang sedang kukenakan ini. Asa untuk tersenyum dan memintal sisa mimpiku menjadi cahaya terang yang menyeimbangkan malam. Asa untuk pelitaku yang terus bersinar ketika aku berusaha menafikannya.
Dan kubiarkan sesaat diriku berhenti, mencari suara adzan ditengah malam. Kusimpuhkan raga, diam dalam doa.
Dan aku masih berdoa.
Untukmu sang Kuasa, atas siang dan malam serta masa.
Diam, diantara kesunyian yang mencekam.
Hingga tiba kesadaran sederhana menembus dinding asa, untuk sebuah keputusan:
Malam ini akan kujerang mimpiku, kubuka dekapanku dan mulai kupintal semuanya menjadi cahaya yang indah dan berwarna warni.
Aku tak takut lagi, dengan atau oleh malam. Sekarang aku tahu, inilah mimpiku yang abadi, yang dititipkan Raja Semesta pada setiap insan.
Sesederhana ini? Kujawab iya, untuk sebuah keinginan kuat hanya sesederhana ini. Perjalanan yang akan menguji kesederhanaan makna "iya".
Aku akan tidur, tak ingin kuhabiskan malam ke 24 ini untuk kutemani, toh semua akan berjalan seperti sedia kala, seperti yang sudah di gariskan.
Akan kusimpan tenagaku untuk esok, akan kucari kepingan puzzle mimpi yang pernah ada dan sekarang hilang.
Aku yakin, masih ada disana. Nanti, di hari nanti diantara pagi, siang dan sore atau bahkan mungkin ada diantara malam dan ceritanya. Wallahualam.
Thursday, November 12, 2009
Pelangi
Pelangi itu ada
karena matahari tidak memaksakan kehendaknya akan panas
dan hujan ikhlas menerima angin yang menyentuhnya pelan
tidak kencang seperti selayaknya
Tidak ada yang menduhului
atau berpijak didepan memasang topeng
mereka ada pada porsinya masing-masing
Lihatlah lagi
Pelangi di ujung barat sore ini
dia adalah kecantikan yang tersaji
dari perbedaan yang bersenergi
saling mengisi
Saturday, November 7, 2009
Beda?Tak ada!!
Lalu apa bedanya?
Malam yang benderang
atau Siang yang gulita
Kalau jiwa-jiwa ini runtuh patuh
Oleh topeng dan belenggu rantai setan
Tak ada!!
Malam yang benderang
atau Siang yang gulita
Kalau jiwa-jiwa ini runtuh patuh
Oleh topeng dan belenggu rantai setan
Tak ada!!
Thursday, November 5, 2009
Sepanjang Sore
Mematuk matahari senja
yang mulai menjingga
Aku akan membungkusnya,
sebelum pegunungan barat merampasnya dariku
Bayangan mengaku temanku
urung percaya aku penuh curiga
Cemas dia berdekatan
dia selalu menjauhiku
kala matahari juga menjauhiku
Mereka bercumbu di belakangku?
Siapa yang menjawab?
Tak ada?
Ah kutunggu bulan saja nanti
seperti semalam kemarin
Tuesday, November 3, 2009
Ibu
Ibuku mengajariku melukis
hingga bisa kuwarnai hari
Ibuku mengajariku bernyanyi
hingga bisa kuramaikan sunyi
Ibuku mengajariku berlari
hingga terus kukejar mimpi
Ibuku mengajariku berdoa
berharap selalu ingat dan tak pernah lupa
Ibuku mengajariku tersenyum
mengingatkanku untuk tak selalu sendiri
Ibuku mengajariku diam
membangunku dalam kebijaksanaan
Ibuku masih terus mengajariku
tentang dunia yang tak kukenal
Untukku menatap siang dan malam
Tapi ibuku lupa mengajariku
untuk mengingat jasa-jasanya..
hingga bisa kuwarnai hari
Ibuku mengajariku bernyanyi
hingga bisa kuramaikan sunyi
Ibuku mengajariku berlari
hingga terus kukejar mimpi
Ibuku mengajariku berdoa
berharap selalu ingat dan tak pernah lupa
Ibuku mengajariku tersenyum
mengingatkanku untuk tak selalu sendiri
Ibuku mengajariku diam
membangunku dalam kebijaksanaan
Ibuku masih terus mengajariku
tentang dunia yang tak kukenal
Untukku menatap siang dan malam
Tapi ibuku lupa mengajariku
untuk mengingat jasa-jasanya..
Pohon Yang Tersisa
Kenapa masih bertahan disana?
Jika yang lain rela menjadi alas
yang tak bernyawa
Kenapa masih bertahan disana?
Jika hujan tak lagi menyapa
menguapkan asa
Kenapa masih bertahan disana?
Jika mentari tak lagi bersahaja
tak lagi memberi panas yang secukupnya
Kenapa masih bertahan disana?
Jika aer urung menyela
diantara bongkahan yang merindukan sapa
Kenapa masih bertahan disana?
Jika udara penuh pekat racun CO2
menyelamu tak memberi jeda
Kenapa masih disana?
Tak perlulah kau bertahan disana
Friday, October 30, 2009
Sajak malam
Seandainya malam ini tak berujung pagi
akan kutulis dengan pena malam hingga matahari sungkan terbit dari sana
tentang dan hanya lelah dan sebak
akan kutulis dengan pena malam hingga matahari sungkan terbit dari sana
tentang dan hanya lelah dan sebak
Thursday, October 29, 2009
Hidup Untuk Hari Ini
Aku hanya sebuah kereta
yang ditarik oleh waktu
dimainkan oleh sang takdir
Melaju untuk hari ini
Kupajang seribu mimpi
di sana, di ujung perjalanan
yang pemberhentiannya tak pernah kutahu
Tadi sejarah yang kuukir
sebesar apapun hasrat untuk kembali
semua sudah mengabur menjadi semu
Aku hanya sebuah kereta
diantara desing
untuk hidup hari ini
yang ditarik oleh waktu
dimainkan oleh sang takdir
Melaju untuk hari ini
Kupajang seribu mimpi
di sana, di ujung perjalanan
yang pemberhentiannya tak pernah kutahu
Tadi sejarah yang kuukir
sebesar apapun hasrat untuk kembali
semua sudah mengabur menjadi semu
Aku hanya sebuah kereta
diantara desing
untuk hidup hari ini
Wednesday, October 28, 2009
2. Kupu
Ku-untuk diriku
Pu-sapaan manisku untuk memanggilmu
walau hanya mendayu di awan awang
Dan Kupu untuk cerita malam
yang kita pentaskan di panggung-panggung drama
Drama sederhana
jikalau kuurai dengan kata
tak ada yang istimewa menggelora
Setiap kumengucap
urung terdengar terkulum masa
Kau dengan dia
atau dia masih bersamamu
Aku yang menunggu
Hati yang memilihlah
yang menegarkanku disaat terapuhku
Drama berlanjut dalam pentas
tak jua tertebak penonton
Drama ini mengalir deras ke muara-muara dangkal dan berbatu
Pernah karam, cerita berbiduk
ditambal lagi dan lajur arus drama yang keras menarik membawa pergi lagi
Entah sampai kapan
aku tak tahu,
Yang kutahu hanya
Hatiku benar
untuk memilihmu
Pu-sapaan manisku untuk memanggilmu
walau hanya mendayu di awan awang
Dan Kupu untuk cerita malam
yang kita pentaskan di panggung-panggung drama
Drama sederhana
jikalau kuurai dengan kata
tak ada yang istimewa menggelora
Setiap kumengucap
urung terdengar terkulum masa
Kau dengan dia
atau dia masih bersamamu
Aku yang menunggu
Hati yang memilihlah
yang menegarkanku disaat terapuhku
Drama berlanjut dalam pentas
tak jua tertebak penonton
Drama ini mengalir deras ke muara-muara dangkal dan berbatu
Pernah karam, cerita berbiduk
ditambal lagi dan lajur arus drama yang keras menarik membawa pergi lagi
Entah sampai kapan
aku tak tahu,
Yang kutahu hanya
Hatiku benar
untuk memilihmu
1. Kepompong Hati
Aku terdiam lama tadi malam
sangat lama, hingga kuacuhkan kehadiran bulan dan bintang
sahabatku
Seperas keringat
menemaniku melawan dingin menggigil
sapaan sang angin malam, yang biasanya merdu menganggu
tapi sekarang urung sanggup menyapaku
Aku masih disini, memandang kosong kedepan
di balik kecamuk jiwa yang bergelora.
Tentang apa?
Atau tentang siapa?
Kujawab dua duanya..
Tentang cinta jikau tanya apa
Qonita jikau tanya siapa.
Masih bertanya?
Tak perlu, biarkan aku yang bercerita
tentang kupu-kupu indah yang menyentuh jiwaku itu.
Dari sini aku mulai,
dari perkenalan sederhana
seperti yang lainnya
Dia menyapa, aku berbalas
selayak mentari bersinar dan malam menyerap energinya
mengalir dengan pakem alam
Tak ada cerita, hingga tiba
aku bercerita pada purnama
biasa, seperti sebelumnya
Dibalik jendela tipis bis
aku melihat bulan meringis
ada yang lain, sempat kugubris
kutanya, dia diam..Kusela "Ah kau ternyata habis menangis"
Dia bercerita, aku mendengarkan
menyimak dalam bisu dan kelam
hingga kuangkat sejenak nafas
sebelum masuk kuhelanya
Bis malam terus melaju
diantar cerita tawa dan sendu
Aku masih meragu
dengan nomor yang tertera di depanku
Ya dia memanggilku..
hatiku berkata begitu
sangat lama, hingga kuacuhkan kehadiran bulan dan bintang
sahabatku
Seperas keringat
menemaniku melawan dingin menggigil
sapaan sang angin malam, yang biasanya merdu menganggu
tapi sekarang urung sanggup menyapaku
Aku masih disini, memandang kosong kedepan
di balik kecamuk jiwa yang bergelora.
Tentang apa?
Atau tentang siapa?
Kujawab dua duanya..
Tentang cinta jikau tanya apa
Qonita jikau tanya siapa.
Masih bertanya?
Tak perlu, biarkan aku yang bercerita
tentang kupu-kupu indah yang menyentuh jiwaku itu.
Dari sini aku mulai,
dari perkenalan sederhana
seperti yang lainnya
Dia menyapa, aku berbalas
selayak mentari bersinar dan malam menyerap energinya
mengalir dengan pakem alam
Tak ada cerita, hingga tiba
aku bercerita pada purnama
biasa, seperti sebelumnya
Dibalik jendela tipis bis
aku melihat bulan meringis
ada yang lain, sempat kugubris
kutanya, dia diam..Kusela "Ah kau ternyata habis menangis"
Dia bercerita, aku mendengarkan
menyimak dalam bisu dan kelam
hingga kuangkat sejenak nafas
sebelum masuk kuhelanya
Bis malam terus melaju
diantar cerita tawa dan sendu
Aku masih meragu
dengan nomor yang tertera di depanku
Ya dia memanggilku..
hatiku berkata begitu
Sumpahmu dulu
Waktu di sini berhenti ya?
Atau berjalan mundur?
Atau disini hanya ada pengulangan semu tiada akhir?
Negeri pemimpikah ini?
atau negeri bagi kumpulan pemimpi?
yang selalu dibuai candu
Hampir seabad waktu disini mengukir
tentang kegagahan dan semangat berbinar
dari sekumpulan pemuda liar
yang menerjang rambu dan aturan
berikrar satu sumpah
Sumpah kebersamaan yang menggaung menerjang dinding-dinding kolonialis
Semua tercatat manis
dibuku yang dicetak seribu, sejuta, semilyar kali
diulang-ulang setiap senin
dibacakan dibawah merah putih dengan lentera mentari pagi
Bocah-bocah menghapalnya
mengingatnya untuk sebuah nilai yang didewakan
Negara mengajarkan mengingat
lupa mengajarkan nilai luhur kandungannya
Tanggal ini, di hari ini
81 tahun lalu
kisah itu dimulai
oleh pemuda dan orang-orang berjiwa muda
menonggakan patri
untuk negeri ini
akan makna kebebasan dan kesetaraan
akan kebanggaan menjadi sendiri, mampu untuk berlari
Masih sama kan?
Isi, makna, tanggal dan bulannya
Aku rasa masih, sebagai hafalan hampa saja
Selamat hari Soempah Pemoeda
Atau berjalan mundur?
Atau disini hanya ada pengulangan semu tiada akhir?
Negeri pemimpikah ini?
atau negeri bagi kumpulan pemimpi?
yang selalu dibuai candu
Hampir seabad waktu disini mengukir
tentang kegagahan dan semangat berbinar
dari sekumpulan pemuda liar
yang menerjang rambu dan aturan
berikrar satu sumpah
Sumpah kebersamaan yang menggaung menerjang dinding-dinding kolonialis
Semua tercatat manis
dibuku yang dicetak seribu, sejuta, semilyar kali
diulang-ulang setiap senin
dibacakan dibawah merah putih dengan lentera mentari pagi
Bocah-bocah menghapalnya
mengingatnya untuk sebuah nilai yang didewakan
Negara mengajarkan mengingat
lupa mengajarkan nilai luhur kandungannya
Tanggal ini, di hari ini
81 tahun lalu
kisah itu dimulai
oleh pemuda dan orang-orang berjiwa muda
menonggakan patri
untuk negeri ini
akan makna kebebasan dan kesetaraan
akan kebanggaan menjadi sendiri, mampu untuk berlari
Masih sama kan?
Isi, makna, tanggal dan bulannya
Aku rasa masih, sebagai hafalan hampa saja
Selamat hari Soempah Pemoeda
Thursday, October 22, 2009
Hujan Malam
Darahku mengalir bersama gemericik aer hujan yang berdenting ketika menyentuh sebuah benda. Tak akan pernah berhenti hingga ia menemukan tempat yang datar, rata dan tenang. Sebuah perjalanan yang gelap menyusuri alur yang sama sekali baru. Entah dimana peraduan terakhir itu akan ditemuinya. Mungkin peraduannya terakhir adalah saat pertama dia bersentuhan, atau mungkin ada yang tak pernah dia jumpai peraduan terakhir itu.
Malam ini ribuan galon aer tumpah dari langit, sebuah awal dan akhir. Wujud tak nampak, hanya denting suara dan hembusan angin malam yang ikhlas membawa kabar. Urat-urat tanah yang beruntunglah yang menerima darah-darah hujan yang melewatinya. Nasib dan takdir. Jika memang hujan mampir, nasib yang menentukan aer hujan melewatinya. Lepas dari kealpaan sang pemilik tanah yang lupa membuka jalur selokan, atau arah aer hujan yang tidak membelakanginya.
Takdir yang menentukan pertemuan mereka. Sekenario yang sudah dicatat mendetail ketika masa belum terdefinisi. Sebuah cerita yang pasti ada, yang terjadi dengan perantara takdir. Catatan kepastian yang tak bisa di hindarkan.
Kelamnya malam adalah rundungan suasana jiwa, yang terkumpul menumpuk. Menanti kesempatan untuk berteriak lepas. Siang bisa saja mendominasi, memberikan penghidupan dan cerita yang beraneka ragam. Tetapi hanya malam yang bisa menjadi penyeimbangnya, menyerap energi penghidupan, meninabobokan dengan cerita dari dunia lain yang lebih beragam dan abstrak, yang akan selalu digali oleh para pencari kegiatan.
Bulan bintang tak ada disini, peran mereka ditunda hingga temu kangen ini berakhir.Tak ada yang menolak, hujan dan awan yang biasanya selalu mengalah disetiap kesempatan kini menjadi sang otoriter mendadak. Berlaku acuh akan sekitarnya. Wajar, ada batas kebisaan untuk menanggung sebuah beban cerita yang menumpuk dan siap membuncah.
Dan hujan terus turun, gerimis sangat mungkin awet hingga pagi. Mungkin hingga aku terlelap dan organ-organ tubuhku yang tak pernah lelah untuk beristirahat akan tertidur diantara dentingan yang akan terus bersimponi sepanjang malam. Tapi entahlah, aku tak yakin.
Darahku hujanku, dan jiwaku adalah malam-malam kelam ini. Hanya butuh sedikit sinar, untuk benar-benar bisa kulihat cerita-cerita itu. Ada tau dimana cahaya itu?
Malam ini ribuan galon aer tumpah dari langit, sebuah awal dan akhir. Wujud tak nampak, hanya denting suara dan hembusan angin malam yang ikhlas membawa kabar. Urat-urat tanah yang beruntunglah yang menerima darah-darah hujan yang melewatinya. Nasib dan takdir. Jika memang hujan mampir, nasib yang menentukan aer hujan melewatinya. Lepas dari kealpaan sang pemilik tanah yang lupa membuka jalur selokan, atau arah aer hujan yang tidak membelakanginya.
Takdir yang menentukan pertemuan mereka. Sekenario yang sudah dicatat mendetail ketika masa belum terdefinisi. Sebuah cerita yang pasti ada, yang terjadi dengan perantara takdir. Catatan kepastian yang tak bisa di hindarkan.
Kelamnya malam adalah rundungan suasana jiwa, yang terkumpul menumpuk. Menanti kesempatan untuk berteriak lepas. Siang bisa saja mendominasi, memberikan penghidupan dan cerita yang beraneka ragam. Tetapi hanya malam yang bisa menjadi penyeimbangnya, menyerap energi penghidupan, meninabobokan dengan cerita dari dunia lain yang lebih beragam dan abstrak, yang akan selalu digali oleh para pencari kegiatan.
Bulan bintang tak ada disini, peran mereka ditunda hingga temu kangen ini berakhir.Tak ada yang menolak, hujan dan awan yang biasanya selalu mengalah disetiap kesempatan kini menjadi sang otoriter mendadak. Berlaku acuh akan sekitarnya. Wajar, ada batas kebisaan untuk menanggung sebuah beban cerita yang menumpuk dan siap membuncah.
Dan hujan terus turun, gerimis sangat mungkin awet hingga pagi. Mungkin hingga aku terlelap dan organ-organ tubuhku yang tak pernah lelah untuk beristirahat akan tertidur diantara dentingan yang akan terus bersimponi sepanjang malam. Tapi entahlah, aku tak yakin.
Darahku hujanku, dan jiwaku adalah malam-malam kelam ini. Hanya butuh sedikit sinar, untuk benar-benar bisa kulihat cerita-cerita itu. Ada tau dimana cahaya itu?
Wednesday, October 21, 2009
fresh morning after the rain
What stories tell us last night?
I'm just listening for the drop rain
between the dream
i hear the music of nature
Dark night covering us
in the middle of time
and the coolest temperature
I'm just sleeping well
just hear the music of nature
Until the morning comes
Nobody knows what happen last night
Just the rain or something else
The fresh one say hello to us
I'm just hear the rest music of nature
I'm just listening for the drop rain
between the dream
i hear the music of nature
Dark night covering us
in the middle of time
and the coolest temperature
I'm just sleeping well
just hear the music of nature
Until the morning comes
Nobody knows what happen last night
Just the rain or something else
The fresh one say hello to us
I'm just hear the rest music of nature
benci
Aku seorang pembenci
pembenci diri
Diri yang memberangus
pelangi dan mentari
Pelangi warnanya kuhapus
oleh buta mata dan hati
Mentari kututup sinarnya
dengan mendung dan kelam
Sampai disini
masih tak mengerti
aku yang membenci diriku sendiri
pembenci diri
Diri yang memberangus
pelangi dan mentari
Pelangi warnanya kuhapus
oleh buta mata dan hati
Mentari kututup sinarnya
dengan mendung dan kelam
Sampai disini
masih tak mengerti
aku yang membenci diriku sendiri
Di kamar
Terkukung di kamar
Di siang bolong
Menulis cerita picisan
yang tertumpuk dan terbuang oleh seribu cerita sama
Sejenak mendayu
menunggu
untuk sesuatu yang meragu
entah
Kata tertahan suara
suara tercekat kelu
Kelu bertahta
di dinding, di jendela, di meja
di lemari, dan dimana saja
Lagu pengusir jemu sempat singgah
dan hilang
tak bermakna lagi, untuk yang kedua
Masih terkungkung
ceritaku?
Bacalah dari atas lagi, itu ceritaku
Tuesday, October 20, 2009
Bayang-bayang
Bukan gelap yang mencerangkam
atau silau yang menghalau
Hanya kata
Lewat suara
Lewat angin
Lewat perantara
obrolan ringan yang menggumpal
Bayangan bukan dari cahaya
atau dari padam pijar
hanya dari lidah dan suara
dan nafsu-nafsu liar
Yang terkukung, berteriaklah
diam kadang menghanyutkan
tapi tak selamanya
Suara berbalas suara
karena hanya dengan bahasa yang sama
kau berbicara
kepada bayang-bayang
atau silau yang menghalau
Hanya kata
Lewat suara
Lewat angin
Lewat perantara
obrolan ringan yang menggumpal
Bayangan bukan dari cahaya
atau dari padam pijar
hanya dari lidah dan suara
dan nafsu-nafsu liar
Yang terkukung, berteriaklah
diam kadang menghanyutkan
tapi tak selamanya
Suara berbalas suara
karena hanya dengan bahasa yang sama
kau berbicara
kepada bayang-bayang
Friday, October 16, 2009
Maju
Maju aku terus berlari
menerjang hari
melibas duri
berteriak lantang tak akan pernah peduli
bahkan jika diujung jalan ini
hanya akan ada aku sendiri
Maju aku terus melaju
bahkan ketika waktu terus meragu
menyibak kerikil dan lautan debu
terkumpul nada dan aku berseru
jangan pernah menghalangiku
hanya akan ada kerugian untukmu
Maju aku terus menerjang
melewati jurang
melumat karang
Menerjang dengan garang
menyibak awan, membiarkan mentari bersinar terang
dan aku terus berlari, melaju dan menerjang
hingga kata-kata menjadi tumpul
teriakan tertahan di belakang
tak terdengar lagi
dan waktu hilang, dari dimensi yang kukenal
dan terus terus dan terus maju, untuk sebuah mimpi yang mampir di kepalaku
seribu malam
menerjang hari
melibas duri
berteriak lantang tak akan pernah peduli
bahkan jika diujung jalan ini
hanya akan ada aku sendiri
Maju aku terus melaju
bahkan ketika waktu terus meragu
menyibak kerikil dan lautan debu
terkumpul nada dan aku berseru
jangan pernah menghalangiku
hanya akan ada kerugian untukmu
Maju aku terus menerjang
melewati jurang
melumat karang
Menerjang dengan garang
menyibak awan, membiarkan mentari bersinar terang
dan aku terus berlari, melaju dan menerjang
hingga kata-kata menjadi tumpul
teriakan tertahan di belakang
tak terdengar lagi
dan waktu hilang, dari dimensi yang kukenal
dan terus terus dan terus maju, untuk sebuah mimpi yang mampir di kepalaku
seribu malam
Wednesday, October 14, 2009
Syukur
Alhamdulillah..
Untuk pengingat
Untuk penguat hati
Tak hanya riang
Kala gundah, saat terhempas dibawah
Ucap selalu syukur
Yang sempat lama kulupakan
Alhamdulillah
untuk semuanya Ya ALLAH
Untuk pengingat
Untuk penguat hati
Tak hanya riang
Kala gundah, saat terhempas dibawah
Ucap selalu syukur
Yang sempat lama kulupakan
Alhamdulillah
untuk semuanya Ya ALLAH
Sunday, October 11, 2009
Jembatan Hati
Perkenalan itu tautan hati
ketika ada harap dan niat
dengan sebuah isyarat
Jembatan isyarat sedang kubangun
pelan-pelan
pasti kuselesaikan
Kuharap kau sudi melewatinya nanti
ketika sungai-sungai dipenuhi riak
Di awal musim penghujan
pict:disini
ketika ada harap dan niat
dengan sebuah isyarat
Jembatan isyarat sedang kubangun
pelan-pelan
pasti kuselesaikan
Kuharap kau sudi melewatinya nanti
ketika sungai-sungai dipenuhi riak
Di awal musim penghujan
pict:disini
Secangkir di Pagi Hari
Semerbaknya harum
Candu di pagi yang cerah nan basah
oleh hujan kemarin lusa
Menusuk hingga kepangkal kesadaran
Manisnya menyentuh
Tak berlebih nan berkecukupan
mengisi cita di relung-relung dahaga
Menyentuh masuk ke jiwa-jiwa yang terbangunkan
Pahitnya punya cerita sendiri sendiri
Membawa cerita perjalanan panjang
Ketika tunas hingga panen
Membuai angan-angan tentang alam dan keindahannya
Segarnya tak terbantahkan
Teman penyapa pagi
Semangat memulai hari
Secangkir saja dan coba rasakan
Hangatnya secangkir teh
Di pagi ini
pict: disini
Candu di pagi yang cerah nan basah
oleh hujan kemarin lusa
Menusuk hingga kepangkal kesadaran
Manisnya menyentuh
Tak berlebih nan berkecukupan
mengisi cita di relung-relung dahaga
Menyentuh masuk ke jiwa-jiwa yang terbangunkan
Pahitnya punya cerita sendiri sendiri
Membawa cerita perjalanan panjang
Ketika tunas hingga panen
Membuai angan-angan tentang alam dan keindahannya
Segarnya tak terbantahkan
Teman penyapa pagi
Semangat memulai hari
Secangkir saja dan coba rasakan
Hangatnya secangkir teh
Di pagi ini
pict: disini
Saturday, October 10, 2009
Hujan di Bulan Oktober
Suasananya selalu berbeda
dan tak terlupakan
Dingin yang menentramkan
menghanyutkan ke samudra imajinasi
Melukis senyuman
Semerbak harum
tanah tanah yang basah oleh titisan awan
bercerita perjalanan yang panjang
Diantara kisah kisah kemarau yang tak berakhir
Mendung mendinginkan hari
membuka celah-celah
yang selama ini menutupi mata dan hati..
Hujan ini mengusir debu,menghapus peluh
untuk sebuah cerita sederhana
nan indah
hingga kemarau datang menjelang
pict:disini
Wednesday, October 7, 2009
Menyusuri Malam
Mencari jejak yang sempat kutinggalkan
yang terisi duka dan bahagia
serta cerita cerita yang lain
Diantara rerimbunan pohon
dan angin malam
Pelita bulan kupinjam
sebagai penerang
Untuk kususuri malam
mencari cerita yang sempat kutinggalkan
sampai nanti, pagi datang
menyapa
pict:disini
yang terisi duka dan bahagia
serta cerita cerita yang lain
Diantara rerimbunan pohon
dan angin malam
Pelita bulan kupinjam
sebagai penerang
Untuk kususuri malam
mencari cerita yang sempat kutinggalkan
sampai nanti, pagi datang
menyapa
pict:disini
Tak Pantas
Pembisik kelam
Pengganggu malam
Mengoyak oyak batas
Pembuka azab
Kembali aku terhempas
Merangkak dari bawah
Hingga waktu yang tak ditentukan
Membawa sesal dan sebak
yang kian menusuk dan membenamku lagi
Termenung, tak pantaslah aku disini
diantara kalian, wahai sahabat malam
pict:disini
Pengganggu malam
Mengoyak oyak batas
Pembuka azab
Kembali aku terhempas
Merangkak dari bawah
Hingga waktu yang tak ditentukan
Membawa sesal dan sebak
yang kian menusuk dan membenamku lagi
Termenung, tak pantaslah aku disini
diantara kalian, wahai sahabat malam
pict:disini
Friday, October 2, 2009
Sore Yang Berguncang
Panggung berguncang
menarik pandangan
bukan senyum
lakonnya tangis dan kepedihan
Pongah-pongah cerita
yang membatu
luluh lantak dalam puing-puing kepedihan
Derai air mata
bercampur dengan hujan di akhir september
pilu
Senyum pahit, dan gulita adalah teman sejati
Ini pengingat?
atau hukuman?
mereka yang salah?
atau kami penyebabnya?
Sang pengantur cerita
telah menentukan ini
mengingatkan lagi peran dan lakon kita
Agar tak berguncang lagi
panggung ini
menarik pandangan
bukan senyum
lakonnya tangis dan kepedihan
Pongah-pongah cerita
yang membatu
luluh lantak dalam puing-puing kepedihan
Derai air mata
bercampur dengan hujan di akhir september
pilu
Senyum pahit, dan gulita adalah teman sejati
Ini pengingat?
atau hukuman?
mereka yang salah?
atau kami penyebabnya?
Sang pengantur cerita
telah menentukan ini
mengingatkan lagi peran dan lakon kita
Agar tak berguncang lagi
panggung ini
Wednesday, September 30, 2009
Pujangga Malam
Mengumpulkan serpihan cerita
Duduk khusyu' di bawah pelita malam
diantara bintang dan bulan
Di pilah-pilah cerita
Satu untukku
Satu untukmu
Satu untuk yang terlewatkan
Dan satu untuk esok malam
Duduk khusyu' di bawah pelita malam
diantara bintang dan bulan
Di pilah-pilah cerita
Satu untukku
Satu untukmu
Satu untuk yang terlewatkan
Dan satu untuk esok malam
Memeluk Malam
Takkan terengkuh
dingin dan kelam
Waktu untuk dihentikan
deru dan redam
Ditabur kala senja menjingga
Dituai kala pagi beranjak
Bukan sebagai penghias
tapi pengisi drama
Sepi terusir oleh kelam
Gending menderu deru
di alam yang terlupakan
Cerita berlanjut hingga
kehangatan datang
dan memelukmu mesra
dingin dan kelam
Waktu untuk dihentikan
deru dan redam
Ditabur kala senja menjingga
Dituai kala pagi beranjak
Bukan sebagai penghias
tapi pengisi drama
Sepi terusir oleh kelam
Gending menderu deru
di alam yang terlupakan
Cerita berlanjut hingga
kehangatan datang
dan memelukmu mesra
Menunggu
Hingga terombang ambing
Siapa terikat?
Gelombang menyeretnya gemulai
hingga tiba di tapal batas
aku menunggu.
Siapa terikat?
Gelombang menyeretnya gemulai
hingga tiba di tapal batas
aku menunggu.
Hilang
Pandang mengabur
Ucap lirih membisu
Dengar desir lirih terakhir
Cium tinggal hampa penuh sebak
Halus kasar hilang berganti tawar
Sinar terserap kelam
Siang tergeser ke peraduan
dingin mencengkeram
Kelu bertakhta di singgasana jiwa
Jiwa-jiwa melayang
terombang ambing terpendar
Hilang makna cinta
hanya sisa rayu dan tipu
Tersesat di rimba lebat
sendiri, kelu untuk sekedar berbisik
Maknaku terus terkikis
oleh dosa dan hina
Waktu tak kunjung bersua
Kutunggu hingga aku kehilangan makna
Lagi..dan lagi
dan waktu terasa lama
Ucap lirih membisu
Dengar desir lirih terakhir
Cium tinggal hampa penuh sebak
Halus kasar hilang berganti tawar
Sinar terserap kelam
Siang tergeser ke peraduan
dingin mencengkeram
Kelu bertakhta di singgasana jiwa
Jiwa-jiwa melayang
terombang ambing terpendar
Hilang makna cinta
hanya sisa rayu dan tipu
Tersesat di rimba lebat
sendiri, kelu untuk sekedar berbisik
Maknaku terus terkikis
oleh dosa dan hina
Waktu tak kunjung bersua
Kutunggu hingga aku kehilangan makna
Lagi..dan lagi
dan waktu terasa lama
Thursday, September 10, 2009
Pemberhentian
Yang sempat kupertanyakanIni begitu cepat, saat aku mulai akrab dengan perjalanan
Aku tertegun
Mungkin aku yang baru tersadar
Atau belum rela akan akhir sebuah cerita sederhana
Kelu sejenak menatap dimensi normal yang akan kujalani
Sebuah kisah lagi, yang terpisah ratusan ribu kaki jauhnya
Tak apa, sudah kutitipkan
Pada waktu, malam dan hujan
sepanjang bandung-madiun 10 september
Aku tertegun
Mungkin aku yang baru tersadar
Atau belum rela akan akhir sebuah cerita sederhana
Kelu sejenak menatap dimensi normal yang akan kujalani
Sebuah kisah lagi, yang terpisah ratusan ribu kaki jauhnya
Tak apa, sudah kutitipkan
Pada waktu, malam dan hujan
sepanjang bandung-madiun 10 september
Bunga-bunga Mimpi
Ini cerita malam
Bukan dongeng
Bukan juga sinetron, drama, opera atau film-film
yang mengisi lembaran mimpi orang-orang terjaga
Cerita yang kukenal tapi tak bisa kuceritakan
Cerita yang nyata tapi tak bisa kuingat
Cerita yang melankolis tapi tak bisa kutangisi
Cerita tentang aku, dan aku saja
Mungkin diantara seribu kisah lain, ketika kereta melesak menembus kelamnya malam
yang berpacu dengan waktu
Yang sejenak tersadarkan beberapa saat di pemberhentian
Ketika lalu lalang, suara-suara gaduh mengadu
Menjajakan cerita panjang kehidupan
Masih tak bisa kuceritakan
Masih tak bisa kuingat
Masih tak bisa kutangisi
Atau kaubiarkan sejenak lagi
Siapa tahu cerita akan berbeda di kesudahannya
Bukan dongeng
Bukan juga sinetron, drama, opera atau film-film
yang mengisi lembaran mimpi orang-orang terjaga
Cerita yang kukenal tapi tak bisa kuceritakan
Cerita yang nyata tapi tak bisa kuingat
Cerita yang melankolis tapi tak bisa kutangisi
Cerita tentang aku, dan aku saja
Mungkin diantara seribu kisah lain, ketika kereta melesak menembus kelamnya malam
yang berpacu dengan waktu
Yang sejenak tersadarkan beberapa saat di pemberhentian
Ketika lalu lalang, suara-suara gaduh mengadu
Menjajakan cerita panjang kehidupan
Masih tak bisa kuceritakan
Masih tak bisa kuingat
Masih tak bisa kutangisi
Atau kaubiarkan sejenak lagi
Siapa tahu cerita akan berbeda di kesudahannya
Gadis Berbaju Merah Muda
Hei,kau yang berbaju merah muda!
Kau yang melambai pada kami
Diantara ilalang-ilalang dan rumah tua
Siapa engkau?
Wajahmu tampak bersahaja
Terkumpul diantara potret-potret dinding kaca kereta yang retak
Siapa engkau?
Potretmu sempat kusimpan
Namun wajahmu urung kuingat
Ah biarlah, nanti kuberikan potretmu
Jika kita bertemu
Kereta ini melaju meninggalkan batas ruang dan dimensi kita sejenak tadi
Kau yang melambai pada kami
Diantara ilalang-ilalang dan rumah tua
Siapa engkau?
Wajahmu tampak bersahaja
Terkumpul diantara potret-potret dinding kaca kereta yang retak
Siapa engkau?
Potretmu sempat kusimpan
Namun wajahmu urung kuingat
Ah biarlah, nanti kuberikan potretmu
Jika kita bertemu
Kereta ini melaju meninggalkan batas ruang dan dimensi kita sejenak tadi
Menjemput Malam
Kau tahu malam?
Sekarang aku sedang mencari dan mengejarnya
Berharap bisa berkelana, berkenalan dan bercengkerama lama
Jika kau bersama malam
Kabari aku, dimana
Biarkan aku kesana, menjemputnya
Sekarang aku sedang mencari dan mengejarnya
Berharap bisa berkelana, berkenalan dan bercengkerama lama
Jika kau bersama malam
Kabari aku, dimana
Biarkan aku kesana, menjemputnya
Meninggalkan sore
Yang tertinggal disana
Di tempat kereta ini menyambutku
Di awal perjalanan yang melelahkan ini
Kutinggalkan secuil mozaik jiwaku
Secuil saja
Hanya secuil yang bisa melengkapiku
Di sana, dibawah langit sore yang kian menjingga
Yang memudarkan warna biru agung
Kuberharap ada yang akan menjaganya
Hingga nanti kukembali
Lantunan doa kuucap lirih
Sangat lirih
Seirama dengan gemerisik gesekan rel
Kutatap lagi jingga yang kian kelam
Berharap penuh ini abadi
Sampai kembali dan kususun kepingan jiwaku
Hingga utuh lagi
Di tempat kereta ini menyambutku
Di awal perjalanan yang melelahkan ini
Kutinggalkan secuil mozaik jiwaku
Secuil saja
Hanya secuil yang bisa melengkapiku
Di sana, dibawah langit sore yang kian menjingga
Yang memudarkan warna biru agung
Kuberharap ada yang akan menjaganya
Hingga nanti kukembali
Lantunan doa kuucap lirih
Sangat lirih
Seirama dengan gemerisik gesekan rel
Kutatap lagi jingga yang kian kelam
Berharap penuh ini abadi
Sampai kembali dan kususun kepingan jiwaku
Hingga utuh lagi
Wednesday, September 9, 2009
Menjaring Cahaya
Menjaring cahaya
Yang akan kulakukan pagi ini
Ketika mentari masih ramah, dimasa indah emosinya
Masih di berikan yang terbaik untukku
Cahaya cahaya
Yang kusimpan hingga nanti malam
Karena aku takut seperti semalam
saat mendung menyelimuti penjuru langit
Memisahkanku dengan sahabat-sahabatku
Aku sendirian dalam gelap
Tapi, akan kutaruh dimana nanti?
Di dadaku yang sudah terisi penuh sebak?
Di mataku yang sudah terisi penuh kelam?
Di hatiku yang sudah terisi penuh beban?
atau dimana?
Atau boleh kutitipkan padamu?
Asal kau tak keberatan dan tak membuatmu begadang satu siang ini
Yang akan kulakukan pagi ini
Ketika mentari masih ramah, dimasa indah emosinya
Masih di berikan yang terbaik untukku
Cahaya cahaya
Yang kusimpan hingga nanti malam
Karena aku takut seperti semalam
saat mendung menyelimuti penjuru langit
Memisahkanku dengan sahabat-sahabatku
Aku sendirian dalam gelap
Tapi, akan kutaruh dimana nanti?
Di dadaku yang sudah terisi penuh sebak?
Di mataku yang sudah terisi penuh kelam?
Di hatiku yang sudah terisi penuh beban?
atau dimana?
Atau boleh kutitipkan padamu?
Asal kau tak keberatan dan tak membuatmu begadang satu siang ini
Tuesday, September 8, 2009
Menanti di Ujung Batas
Yang terdengar hanya bisikan angin
di tempat yang sunyi
Bertemankan senja
Aku berdiri
Waktu bergerak, melewatiku rapi berbaris teratur
Terpana kedepan
melihat hamparan ladang cerita
yang terpisah oleh jutaan dimensi
Terpana kedepan
masih ke hamparan ladang cerita
mencari sosokku disana
Melihat dan berharap
Diantara kerumunan itu
Kumelihatmu melihatku
Berjalan pelan, menyibak arus
Berjalan ke arahku
Disini, aku menantimu di ujung batas
di tempat yang sunyi
Bertemankan senja
Aku berdiri
Waktu bergerak, melewatiku rapi berbaris teratur
Terpana kedepan
melihat hamparan ladang cerita
yang terpisah oleh jutaan dimensi
Terpana kedepan
masih ke hamparan ladang cerita
mencari sosokku disana
Melihat dan berharap
Diantara kerumunan itu
Kumelihatmu melihatku
Berjalan pelan, menyibak arus
Berjalan ke arahku
Disini, aku menantimu di ujung batas
Sunday, September 6, 2009
Sepanjang jalan
aku letakkan disini

Aku letakkan disini
dan ambillah
Tak kan usang
Tak kan sirna
Tak usai kita menunggu
Untuk semi atau gugur
panas atau penghujan
maka ambillah
Aku letakkan disini
silahkan kau ambil kapan saja
nb: image
Saturday, September 5, 2009
tidurlah di bawah rembulan

Wahai kau yang dijaga peri-peri malam
Dibelai angin malam bulan september
Meringkuk di selimut awan
Meranjut mimpi diantara simfoni alam
Berjalanlah..
Mendekatlah..
Duduklah disini, di sampingku
Duduklah dan mendekatlah
akan kuceritakan sepotong dongeng bulan
kisah di malam-malamnya
"Alkisah, seorang putri dirundung muram
hatinya kesepian
kebahagian semu yang hanya dia dapatkan
taburan intan permata mendinginkan setiap sel hatinya..
Dia menangis, berontak untuk sebuah cerita
berkedok hulabalang ia menerjang
menghancurkan setiap kukungan
Terlepaslah dia disebuah simfoni
tentang hijau
tentang perdu
tentang biru
tentang syahdu
tentang kelu
tentang semu
tapi sepi yang menjawabnya
Terkisah, matanya menangkap
dan hatinya gundah
merasakan sebuah perbedaan
Selintas dan wajahnya terukir jelas
saat terbuka maupun terpejam
saat sadar maupun berkhayal
gelombang menerjang
memupuskan alur energinya
Siang dan malam, wajahnya terpajang
di taman, di bangku, di tanah, di awan, di kayu
di setiap kerdipan
di sisakan sedetik saja untuknya, untuk melupakan
Waktu berjalan pelan
lurus kaku tak menoleh
hatinya kian sunyi
kian senyap
oleh pendatang misterius
30 hari lamanya sang putri menanti
untuk melihatnya
dibalik semak atau kayu reot penahan gubuk
saat menunggu lagi hatinya menepis
merapuh di batas terdalam
saat itu bayang-bayang menyurut
hingga kebatas pandangan
Darahnya menyusut
menyatu, menyisakkan tulang-tulang yang akan berserakan
dan waktu masih berjalan pelan
memberinya kabar, setengah perjalanan untuk candu senyumnya
Saat mata mengatup, alam mengiba
menyisakan nyanyian kosong
diantara selalu kelam yang sentiasa setia
Alam memanggilnya, duduk disamping kanan
memberi senyum
jiwanya dibasuh, dinisbikan dari kelam
diletakkan di pigura langit malam
Ah, jiwanya masih setengah ada
alam meniupnya
memberinya tangis dan tawa
sedih dan senang
benci dan cinta
Tapi semua terlepas
tersisa cinta, yang tergumul diantara sesak"
Masihkah kau disana?
Mendengarkan kisahku
tentang rembulan malam
Mungkin dia sedang melihat kita, atau aku saja?
Ah, tapi biarlah karena memang begitu kisahnya
Thursday, September 3, 2009
V. Sunyi
Angin yang menemaniku berangkat
Mendung yang mengajak ku bercanda
Hujan yang menghiburku, menyembunyikan tangisku dengan aernya
Mentari yang menuntunku, mendorong kembali asa yang terlanjur terpatri
Bulan yang mendengarkan ceritaku
Aer tempatku menumpahkan beban bebanku
Api yang menghangatkanku saat dingin menyapa
Siang untuk senyumku
Malam untuk tangisku
Dan sunyi untuk diriku, hatiku dan hidupku
* yang panjang dan melelahkan, saat senyum tak kukenali lagi
Mendung yang mengajak ku bercanda
Hujan yang menghiburku, menyembunyikan tangisku dengan aernya
Mentari yang menuntunku, mendorong kembali asa yang terlanjur terpatri
Bulan yang mendengarkan ceritaku
Aer tempatku menumpahkan beban bebanku
Api yang menghangatkanku saat dingin menyapa
Siang untuk senyumku
Malam untuk tangisku
Dan sunyi untuk diriku, hatiku dan hidupku
* yang panjang dan melelahkan, saat senyum tak kukenali lagi
IV. Luka
Terterjang pisau waktu
Menerkamku dari semua penjuru
Tak terperi
Diamku yang akan menceritakannya padamu
Karena diamku yang mengantarmu pergi
yang terikat erat, menganga saat di tarik paksa
Mengelamkan dibalik bayang-bayang
dunia membalikku dalam ketidakberdayaan
Diamku mengantarmu
karena aku ragu bisa tersenyum lagi untukmu
Menerkamku dari semua penjuru
Tak terperi
Diamku yang akan menceritakannya padamu
Karena diamku yang mengantarmu pergi
yang terikat erat, menganga saat di tarik paksa
Mengelamkan dibalik bayang-bayang
dunia membalikku dalam ketidakberdayaan
Diamku mengantarmu
karena aku ragu bisa tersenyum lagi untukmu
III. Jarak

Terbentang jauh
antara kita
dibelahan yang berbeda
Waktu seakan tak seirama
memudarkanmu
Bukan dari tempatmu bersemayam dihatiku
tapi dari bayang-bayang ini
Mencengkeram kehampaan
disetiap malamnya
Melukis senyum semu
disetiap siangnya
Belenggu ini mengoyak oyak jiwa-jiwa yang terombang ambing
pada titik terapuh
Untuk mendekatkannya
aku menyerah
Biarkan malam ini aku berlayar
keteluk teluk terpencil
Diantara karang yang curam
dan kelamnya malam tanpa bintang
menambatkan sauhku
Dilautan mimpi yang tak berbatas
mencari imajinasi terindah
karena jarak ini terlalu jauh kurasakan
untuk sekedar membayangkanmu
*saat jarak itu menarik luka
Wednesday, September 2, 2009
II. Bisu
Kau sedekat diriku padaku
Jeda kita sejengkal, hanya fisik
hatiku tertaut tak terpisah
pelangi kulihat tiap hari
walau hujan tak datang mentari tak menyapa
bulan purnama berpijar keemasan
yang memijari hatiku
sejuk
Tapi ada yang iri pada kita
tentang waktu
yang tak mengijinkan kita sejenak berbagi kisah
untuk beberapa kisah terakhir
Hingga, semua memudar
berpendar dan mengabur oleh jarak
kau tak terjamah
walau hatiku tetap terpaut
Jika diam, maka dialah racunnya
Jika diam, dialah dinamitnya
Jika diam, dialah bara yang kusimpan yang akan membakarku sendiri
Mentari datang ketika pelangi kuharapkan
Bulan kian buram
emas-emasnya berganti gambar-gambar buram.
Saatku meninggalkanmu, kutinggalkan separuh hatiku
bukan untuk kutagih, tapi untuk menjagamu
Pelan dan aku meninggalkanmu disana
Kutinggalkan diamku, bisuku untukmu
Jeda kita sejengkal, hanya fisik
hatiku tertaut tak terpisah
pelangi kulihat tiap hari
walau hujan tak datang mentari tak menyapa
bulan purnama berpijar keemasan
yang memijari hatiku
sejuk
Tapi ada yang iri pada kita
tentang waktu
yang tak mengijinkan kita sejenak berbagi kisah
untuk beberapa kisah terakhir
Hingga, semua memudar
berpendar dan mengabur oleh jarak
kau tak terjamah
walau hatiku tetap terpaut
Jika diam, maka dialah racunnya
Jika diam, dialah dinamitnya
Jika diam, dialah bara yang kusimpan yang akan membakarku sendiri
Mentari datang ketika pelangi kuharapkan
Bulan kian buram
emas-emasnya berganti gambar-gambar buram.
Saatku meninggalkanmu, kutinggalkan separuh hatiku
bukan untuk kutagih, tapi untuk menjagamu
Pelan dan aku meninggalkanmu disana
Kutinggalkan diamku, bisuku untukmu
I. Angin musim kemarau

angin malam yang membius kita
diantara malu dan mau
kutatap wajahmu dengan sangat dalam
saat kau tak melihatku
hatiku berdentum tak berirama
kadang melambat tak berdetup
tapi selepasnya cepat tak bisa kuimbangi
indahmu bukan disini
disana atau disitu
indahmu ada disenyummu
yang terpancar dari sumber tercantik
kau bintang kejora sengaja turun menggodaku
kisahmu kubungkus erat, nanti
kumasukkan dalam peti hati lalu kututup erat-erat, hingga saat nanti kau halal untukku
aku tersenyum untukmu
saat kau tak melihatnya
disaat yang sama aku mulai membisikan, aku cinta padamu untuk semua definisi yang telah dan akan ada
secangkir untukmu

setegak dan akan larut kegundahanmu
dua tegak dan akan melunak bimbangmu
tiga tegak dan terhenti tangismu
empat tegak dan air matamu menguap secepat meteor menyapa atmosfer
lima tegak dan beban-bebanmu mulai mengikis
terangkat pasti oleh angin dan cahaya
enam tegak dan senyummu malu malu tersungging dibibirmu
tujuh tegak dan kau berdiri mendekatiku
delapan tegak kau memegang pundakku, menyapaku dengan energi barumu
sembilan tegak aku lihat dirimu lagi yang berdiri tegak didepanku
sepuluh tegak dan kau habiskan secangkir teh untukmu dariku
dan kita tertawa bersama lagi
menuangkan secangkir, untuk sepuluh atau lebih tentang kisah kita
Gerra, kisah-kisah para raja.
bintang

kerlipnya tak terlalu terang
penghias malam yang kian kelam
berpendar dan meredup
bernafas dalam detik detak jantung
kisahnya langka
diantara cerita para dewa
tempat bersemayam
atau sebuah penjelmaan
terkisah pula sang putri
pujaan dewa-dewa belang
menghantam menghambar
buas tak punya aturan
arak-arakan mendung tenang menutupi sandiwara bintang
berlanjut disana
tidak disini
gerimis menyapa debu debu yang kian menggunung
dibalik sana, sandiwara dilanjutkan
sandiwara beku yang terus diputar oleh alam
Tuesday, September 1, 2009
Umai
Gw g pernah ketemu dengannya, kenal[tahu dikit tentang dia] juga baru. Awal mulanya dari sobat kelas gw maen ke GBA (Aliyaplex), ngobrolin masalah TA (padahal gw juga dah lupa tentang materi-materinya hoho). Dia sharing ke gw masalah TA nya, gw sendiri saat itu dikit ngerti tentang konsep ma teori TAnya. Banyak blanknya daripada ngertinya. Waktu sharing banyakan gw kasih masukan motivasi and trik2 ngerjain TA. Keasyikan ngobrol ma dia, Isya gw telat and gw ma dia cabut gak ikut sholat terawih.
Di hari sebelumnya gw pernah liat profile FB-nya si sobat gw itu. Berhubung siblingnya banyak, gw liatin atu-atu. Keluarga sobat gw adalah keluarga religius, bokapnya petinggi partai tiiitttttt yang terkenal dengan politik dakwahnya itu. Pas liat-liat ketemu profile sodaranya yang bikin gw heran and g percaya.
Waktu jalan pulang bolos terawih gw tanyaain. "Beneran sodara lw ada yang tatoan bos?"
"Iya", jawabnya singkat. Karena sangat penasaran gw korek2 dah info darinya, sedikit banyak gw ngerti tentang anak itu.
Esok malemnya, gw bener2 g kuat lagi nahan rasa penasaran bwt nyari info yang lebih mendetail tentang dia. Gw add dia di FB, langsung di approve ma dia. Gw cari-cari info tentangnya, ketemulah gw dengan blognya..disini blognya.
Ada satu tulisan di blognya yang menjadi jawaban apa yang gw cari. Ini link nya tralaltrilili, gw berharap moga-moga link itu gak dihapus ma dia.
Sebuah cerita yang sangat-sangat jujur menurut gw, cerita yang selalu gw pingin sampein ke semua orang disekitar gw, termasuk pakne ma mbokne gw, tapi gak pernah bisa keluar dari mulut gw. Gw sangat bersyukur pernah baca ini. Secara pribadi memang gw bukan orang setuju dengan apa yang menjadi keputusannya dalam ngadepin semua itu, tapi gw sangat terkesan dengan apa yang udah bisa dia sampein dengan sangat jujur dan terbuka lewat blognya.
Umai, begitu dia biasa di sapa ma temen2nya. Bukan artis, bukan anak yang sangat berprestasi mengharumkan nama bangsa, bukan anak yang dibanggakan orang tua, bukan teman yang bisa diandalkan, bukan anak yang bisa ini itu menuhin tuntutan orang lain. Dia memang bukan sapa-sapa, tapi dia adalah pahlawan bwt gw. Bukan untuk semua sikap dan kelakuannya, tapi untuk keinginannya untuk dimengerti dan disayangi, tentang cita-citanya saat dia dikucilkan. Dia bisa bicara sangat jujur dan gamblang tentang bagaimana nasib jutaan anak Indonesia yang sebenarnya. Diantara gelimangan harta dan kemewahan, jiwa mereka kosong. Lebih dari yang mereka dapat dari harta dan kekayaan, mereka sangat butuh cinta dan kasih sayang, bukan hanya dengan kata-kata. Tapi dengan hati.
Tulisan di blognya cukup panjang, tapi gw yakin tulisannya jauh sangat bagus jika dibandingin ma tulisan gw ini. Dia punya bakat alam bwt nulis yang luar biasa. At least, gw harap jangan lewatkan 1 katapun dari kisahnya.
note: thx alot bwt umai ma opang
Di hari sebelumnya gw pernah liat profile FB-nya si sobat gw itu. Berhubung siblingnya banyak, gw liatin atu-atu. Keluarga sobat gw adalah keluarga religius, bokapnya petinggi partai tiiitttttt yang terkenal dengan politik dakwahnya itu. Pas liat-liat ketemu profile sodaranya yang bikin gw heran and g percaya.
Waktu jalan pulang bolos terawih gw tanyaain. "Beneran sodara lw ada yang tatoan bos?"
"Iya", jawabnya singkat. Karena sangat penasaran gw korek2 dah info darinya, sedikit banyak gw ngerti tentang anak itu.
Esok malemnya, gw bener2 g kuat lagi nahan rasa penasaran bwt nyari info yang lebih mendetail tentang dia. Gw add dia di FB, langsung di approve ma dia. Gw cari-cari info tentangnya, ketemulah gw dengan blognya..disini blognya.
Ada satu tulisan di blognya yang menjadi jawaban apa yang gw cari. Ini link nya tralaltrilili, gw berharap moga-moga link itu gak dihapus ma dia.
Sebuah cerita yang sangat-sangat jujur menurut gw, cerita yang selalu gw pingin sampein ke semua orang disekitar gw, termasuk pakne ma mbokne gw, tapi gak pernah bisa keluar dari mulut gw. Gw sangat bersyukur pernah baca ini. Secara pribadi memang gw bukan orang setuju dengan apa yang menjadi keputusannya dalam ngadepin semua itu, tapi gw sangat terkesan dengan apa yang udah bisa dia sampein dengan sangat jujur dan terbuka lewat blognya.
Umai, begitu dia biasa di sapa ma temen2nya. Bukan artis, bukan anak yang sangat berprestasi mengharumkan nama bangsa, bukan anak yang dibanggakan orang tua, bukan teman yang bisa diandalkan, bukan anak yang bisa ini itu menuhin tuntutan orang lain. Dia memang bukan sapa-sapa, tapi dia adalah pahlawan bwt gw. Bukan untuk semua sikap dan kelakuannya, tapi untuk keinginannya untuk dimengerti dan disayangi, tentang cita-citanya saat dia dikucilkan. Dia bisa bicara sangat jujur dan gamblang tentang bagaimana nasib jutaan anak Indonesia yang sebenarnya. Diantara gelimangan harta dan kemewahan, jiwa mereka kosong. Lebih dari yang mereka dapat dari harta dan kekayaan, mereka sangat butuh cinta dan kasih sayang, bukan hanya dengan kata-kata. Tapi dengan hati.
Tulisan di blognya cukup panjang, tapi gw yakin tulisannya jauh sangat bagus jika dibandingin ma tulisan gw ini. Dia punya bakat alam bwt nulis yang luar biasa. At least, gw harap jangan lewatkan 1 katapun dari kisahnya.
note: thx alot bwt umai ma opang
pagi

Pagi itu awal kehidupan, saat dimana sesuatunya dimulai dari awal atau melanjutkan apa yang seharusnya diakhiri. Pagi itu saat jiwa-jiwa tersadar, bergegas menyibak selimut dan mambasuhkan aer ke jiwa-jiwa yang masih terkatung-katung di persimpangan. Pagi itu saat para pembuai diikat erat oleh terik mentari. Pagi itu saat mimpi digantungkan lagi, dituliskan diantara dinding dinding impian.Pagi itu saat kita bangun dan bergegas.
Sangat kusadari, separuh jiwaku kutinggal di sana, di waktu menjelang pagi, larut pagi, pagi buta dan pagi ketika mentari mulai terbit. Aku mencintai saat menjelang pagi, karena disanalah saat terbaikku untuk bertemu sahabat sejatiku. Bintang dan bulan, keduanya atau kadang bergantian, aku selalu menikmati saat kebersamaan itu. Saat itu adalah saat dimana waktu terbaik untuk berdoa dan meminta. Selalu kusempatkan untuk menyapa sahabat-sahabatku di atas sana, setelah aku berserah diri pada Yang Kuasa.
Larut pagi, adalah waktu tersunyi yang bisa kita temukan. Saat semua insan terlelap dan terbuai oleh mimpi mimpi, hanya suara binatang malam atau pengerat yang bersahut-sahutan, berpadu satu dengan yang lain. Saling mengisi, menguatkan dan melemahkan, tunduk pada harmoni alam . Orkestra terbaik yang pernah ada dimuka bumi ini. Bagian waktu yang selalu kusesali telah terlewatkan saat aku terbangun di pagi hari.
Saat suara-suara yang merdu menganggungkan nama "Allah", pagi buta mulai mengisi tempat, menggantikan sift yang pelan-pelan ditinggalkan oleh penghuni sebelumnya. Saat semburat merah mulai terlukis agung di ufuk timur sana. Masih sepi, namun pelan dan pasti, saat itu sahabat-sahabatku satu persatu mulai berpamitan.
Dan benar-benar ketika pagi datang, aku sendiri yang akan pergi. Menghapus aer mata, yang tak pernah bisa aku hentikan. Mencoba menutup cerita yang kuceritakan semalam dengan sahabatku, walau aku tahu itu adalah cerita yang abadi. Mencoba tersenyum dan terus mendoakan yang terbaik untuknya, tak peduli jikalau nanti terkabulnya doa itu menjadi hal yang terburuk untukku. Berjalan lagi sendiri, seperti sebelumnya. Namun yang pasti, kali ini aku harus bisa. Bukan untukku, tapi untuk sahabat-sahabatku. Karena aku tak ingin mengulang ngulang cerita yang sama pada sahabatku nanti malam.
Bismillah untuk hari ini, aku akan kembali nanti malam teman. Dengan cerita yang lebih indah untukmu.
Sunday, August 30, 2009
Sapa Pagi
Kalau pagi
kubiarkan mentari menghampiri
menyapa dengan hangat dan sinarnya
Ramah, dan kubalas sapa "Selamat Pagi"
Pagi, jangan diingkari
Hanya akan semakin mematri
biarkan saja
Karena akan selalu sama
dan kau akan terbiasa
Senyum pada mentari
karena dia akan semakin angkuh, ketika siang menjelang
untuk hari dan hati
Yang akan menjauh tak tersentuh
Sapa dengan caramu
dia absurd tak terdefinisi
Dia hanya penyapa
dan pertanda masa
kubiarkan mentari menghampiri
menyapa dengan hangat dan sinarnya
Ramah, dan kubalas sapa "Selamat Pagi"
Pagi, jangan diingkari
Hanya akan semakin mematri
biarkan saja
Karena akan selalu sama
dan kau akan terbiasa
Senyum pada mentari
karena dia akan semakin angkuh, ketika siang menjelang
untuk hari dan hati
Yang akan menjauh tak tersentuh
Sapa dengan caramu
dia absurd tak terdefinisi
Dia hanya penyapa
dan pertanda masa
Saturday, August 8, 2009
bukan disini

jangan dekati api
hanya untuk merasakan panas
lepaskan pisaunya
tak perlu digoreskan
dengarlah yang dihati
yang kau rasa selalu sama
cukup dibayangkan
bayang-bayang hilang kala pijar memudar
tunggu sampai sinar datang
karena tak perlu kau pecahkan perca-perca
untuk memuaskan nafsu
jika sampaipun
kelam yang akan menyelimuti
lepaskan..
jika itu membebanimu
tangis akan berujung
malam akan berganti
cerita akan berlanjut
tapi bukan disini
ditempat yang seharusnya
Friday, August 7, 2009
Di Bawah Pohon Randu Tengah Sawah
Tertegun melamun
Badan tua nan rapuh
Bergoyang tertiup bayu
di bawah pohon randu yang meranggas terkikis musim kemarau
Bulir hijau tampak bergoyang serempak
bukan padi, tapi kedelai
Keriputnya adalah bukti nyata kegigihannya melawan usia
Senja yang menggerogoti harinya
melemahkan koordinasi tubuhnya
Angin musim kemarau yang berpentas
kesana kemari membawa kabar-kabar
tentang siang siur
cerai, bunuh diri, kdrt, korupsi, gosip, gelanggang kampanye dan semua warta
Dia tak mengerti dan tak mau mengerti
Sejenak dia telan ludahnya untuk membasahi kerongkongannya
Sejenak kemudian dia berbisik, berdoa memulai harap
untuk istrinya yang kian kusut di ranjang tua
badannya mengurus dan mengering
termakan penyakit tanpa obat
Badan tua nan rapuh
Bergoyang tertiup bayu
di bawah pohon randu yang meranggas terkikis musim kemarau
Bulir hijau tampak bergoyang serempak
bukan padi, tapi kedelai
Keriputnya adalah bukti nyata kegigihannya melawan usia
Senja yang menggerogoti harinya
melemahkan koordinasi tubuhnya
Angin musim kemarau yang berpentas
kesana kemari membawa kabar-kabar
tentang siang siur
cerai, bunuh diri, kdrt, korupsi, gosip, gelanggang kampanye dan semua warta
Dia tak mengerti dan tak mau mengerti
Sejenak dia telan ludahnya untuk membasahi kerongkongannya
Sejenak kemudian dia berbisik, berdoa memulai harap
untuk istrinya yang kian kusut di ranjang tua
badannya mengurus dan mengering
termakan penyakit tanpa obat
Layang-Layang

Bergerombol anak anak
diantara pematang sawah
hijau kedelai yang masih 3 bulan menyemarakkan perayaan
Perayaan sederhana
untuk anak anak yang tak sanggup membeli komputer
atau sekedar ke warnet bermain game online
Teriakan teriakan menandakan keceriaan
lepas dari semua permasalahan yang menanti
Berkelok kelok gemulai
mengikuti arah angin
Yang berekor panjang diam angkuh
mencongak diantara yang lain
Ketika sang usil menyentil
Di ulurnya panjang-panjang
didekati sesaat
lalu ditarik kejam
Yang kalah terbang tak tentu
Dikejar teriakan riang dan bersemangat
Sang usil nan angkuh berdiri kokoh diatas
benangnya bergelas
Sang empu tersenyum puas
Menunggu surya turun ke peraduan
keriangan tak kan padam
Esok sore akan terus berulang, hingga angin musim kemarau lelah menyapa
dan menghilang diantara semak semak dan pepohonan yang rindang
Bocah
Merunduk diantara tanah kering di tengah sawah
seutas pelepah kulit pisang menggantung di pundaknya
Menggenggam erat senjata pamungkasnya
dari selongsong tangkai daun pisang
Di sampingnya berbisik menahan tawa
Sang teman memberi aba-aba
Satu temannya lagi tergeletak lunglai tak bergerak di seberang petak sawah
“Cari geranat”
Sang bocah kuncung kebingungan
menggerak gerakan bola mata tanda tak mengerti
Sang teman bergerak sigap, diantara terasering yang kian tandus karena hujan tak kunjung datang
Sambil merunduk ditariknya sebuah ketela pohon dibelakangnya
Matanya terpejam, bersemangat menarik ketela yang beranjak keras batangnya
Tercabut juga ketela kecil itu, di ujung akarnya ada 2 bulir ketela yang belum siap dipanen
Sang kawan berbagi
“Ini untukmu, ini untukku”
“Gunakan sebaik baiknya” mantap sang kawan memberi perintah
Hanya angin yang terdengar menggoyang goyangkan daun daun ketela pohon
Diantara hutan ketela pohon itu pasti musuh sedang mengintai
mereka menang jumlah, setelah kawan sang bocah mati terkapar di berondong peluru.
Matahari menyengat tajam ke kulit-kulit legam mereka
“Mereka mengadu siasat”
Sang bocah lari kesamping, menyusuri sungai yang mulai kering tak tersentuh hujan
Dari semak semak, mengintip hati hati ke arah atasnya
Tiga orang musuh sedang merunduk mengawasi keadaan,
mereka tak berpencar
tak menyadari bahaya
Namun tiba-tiba ketiga musuhnya berlarian kalang kabut
Kedua kawannya juga
Penasaran, dia naik dari semak semak sungai
Kawan-kawannya tak sempat memberi tahu
Ketika berada diatas dan tersadar, diantara hutan ketela pohon
sebuah cengkeraman menggenggam lengannya,
ditengoknya, diantara silau matahari, terlihat mata yang begitu buas memandangnya
“Ah, polisi dunia menangkapku,
padahal perang dunia hampir kami menangkan”
Meringis dia teringat kisah perang dunia yang diceritakan Bu Guru tentang perang dunia tadi pagi
seutas pelepah kulit pisang menggantung di pundaknya
Menggenggam erat senjata pamungkasnya
dari selongsong tangkai daun pisang
Di sampingnya berbisik menahan tawa
Sang teman memberi aba-aba
Satu temannya lagi tergeletak lunglai tak bergerak di seberang petak sawah
“Cari geranat”
Sang bocah kuncung kebingungan
menggerak gerakan bola mata tanda tak mengerti
Sang teman bergerak sigap, diantara terasering yang kian tandus karena hujan tak kunjung datang
Sambil merunduk ditariknya sebuah ketela pohon dibelakangnya
Matanya terpejam, bersemangat menarik ketela yang beranjak keras batangnya
Tercabut juga ketela kecil itu, di ujung akarnya ada 2 bulir ketela yang belum siap dipanen
Sang kawan berbagi
“Ini untukmu, ini untukku”
“Gunakan sebaik baiknya” mantap sang kawan memberi perintah
Hanya angin yang terdengar menggoyang goyangkan daun daun ketela pohon
Diantara hutan ketela pohon itu pasti musuh sedang mengintai
mereka menang jumlah, setelah kawan sang bocah mati terkapar di berondong peluru.
Matahari menyengat tajam ke kulit-kulit legam mereka
“Mereka mengadu siasat”
Sang bocah lari kesamping, menyusuri sungai yang mulai kering tak tersentuh hujan
Dari semak semak, mengintip hati hati ke arah atasnya
Tiga orang musuh sedang merunduk mengawasi keadaan,
mereka tak berpencar
tak menyadari bahaya
Namun tiba-tiba ketiga musuhnya berlarian kalang kabut
Kedua kawannya juga
Penasaran, dia naik dari semak semak sungai
Kawan-kawannya tak sempat memberi tahu
Ketika berada diatas dan tersadar, diantara hutan ketela pohon
sebuah cengkeraman menggenggam lengannya,
ditengoknya, diantara silau matahari, terlihat mata yang begitu buas memandangnya
“Ah, polisi dunia menangkapku,
padahal perang dunia hampir kami menangkan”
Meringis dia teringat kisah perang dunia yang diceritakan Bu Guru tentang perang dunia tadi pagi
Monday, July 27, 2009
Beban
panas
terkungkung
tersiksa
hasrat menggebu
terlepas
berharap bebas
meruntuhkan batas
berteriak
menendang
menggebrak
tajam menatap
lalu terdiam
menatap dalam
tertuduk
selalu sesal menyebak
terkungkung
tersiksa
hasrat menggebu
terlepas
berharap bebas
meruntuhkan batas
berteriak
menendang
menggebrak
tajam menatap
lalu terdiam
menatap dalam
tertuduk
selalu sesal menyebak
Thursday, July 2, 2009
hanya satu kata

Satu kata, tapi membuat dunia selalu berwarna. Mengilhami jutaan manusia dengan ide-ide yang abadi. Tak pernah luluh lantah oleh goncangan alam. Terpatri erat dalam sejarah sejarah manusia, tersadur lewat lisan, tergores dalam batu batu cadas didalam goa-goa stalagtit stalagmit. Menyebar tak terkalahkan, bahkan oleh virus hasil rekayasa genetika terhebat sekalipun. Menyusuri setiap detak nadi, tak pandang usia, status, jabatan dan semua tetek bengek atribut panggung sandiwara.
Tertulis disetiap kata dalam kitab suci, diagung agungkan dalam setiap doa. Yang mengubah dunia secepat kedipan mata. Yang mengaitkan jiwa-jiwa yang lari dan berhamburan, menarik dan menatanya.
Yang muda, yang masih mengusap ingusnya. Hingga yang tua, yang hanya sanggup mengerdipkan mata saja. Di tempat tersunyi diantara lembah dan tebing, atau tempat terdigdaya dengan racun dan polutan.
Tapi ini bukan sembarang kata, sangat sulit membedakan mana yang dimaksud mana yang bukan. Karena dengan atas nama satu kata ini, dunia bisa menangis selagi tertawa terbahak-bahak.
Mampu menarik dan melepasnya saat itu juga, tergantung definisi mana yang paling menguntungkan.
Bersiaplah untuk menyapanya, tapi jangan kau ukir terlalu dalam. Karena mana yang sejati, engkau hanya menebaknya. Sisanya serahkan pada Yang Menitipkannya.
Saturday, June 27, 2009
malam ini
apakah kau berharap sepertiku?
mentari yang tak kunjung menyeruak dari peraduannya
bintang-bintang bertaburan dilangit
menemani irama binatang malam
hasrat dan angkara tersandar sejenak
dibuai angin malam yang merusuk hingga sumsum tulang-tulangmu
masih berharap
waktu diam, tak melangkah
biar terasapi maknanya
dalam remang-remang
biar terhapus semua penyesalan
masih terus berharap
mentari yang tak kunjung menyeruak dari peraduannya
bintang-bintang bertaburan dilangit
menemani irama binatang malam
hasrat dan angkara tersandar sejenak
dibuai angin malam yang merusuk hingga sumsum tulang-tulangmu
masih berharap
waktu diam, tak melangkah
biar terasapi maknanya
dalam remang-remang
biar terhapus semua penyesalan
masih terus berharap
Tuesday, June 16, 2009
sore diatas jembatan tol buahbatu
hujan rintik-rintik membasahi jalan yang sudah basah
diantara deru mobil lalu lalang yang tak pernah usai
kubangan-kubangan kecil dan tanah becek
aku tahu, hujan deras sempat mampir disini
sejenak kutatap
diujung barat sana, mentari berjuang keras menembus dinding tipis awan kelabu
ingin menyapa dunia di akhir hari
sebelum masuk keperaduannya
diseberang selatan bawah sana
sawah-sawah yang mulai menghijau tua warnanya
tampak diam membisu
meresapi setiap tetes air yang ditinggalkan sang awan sejenak tadi
hingga sekarang
angin hilang rimbanya, entah bersembunyi dimana dia
mobil-mobil bergerak angkuh
melaju cepat menghantam masa dan memangsa jarak
ada yang menyusul keperaduan sang surya
ada yang membelakangi sang surya
dibawahku tepat membujur dari utara keselatan
sebuah jalan sempit berlubang
menjadi tumpuan ratusan kendaraan yang merayap
menyelusupi setiap jengkal aspal dijalan itu
kutatap keutara, disana gedung bertingkat berdiri
diantara atap-atap rumah yang tidak memberi ruang untuk bernafas
semua bergerak
cepat ataupun merayap
menyusuri setiap gang sempit kehidupan
ah hujan ini membawaku kembali kelamunan
kubiarkan saja bajuku basah, perlahan aku berjalan turun
bergelayut diantara ranting dan dahan pohon yang tersisa
tak ingin terjebak dalam lamunan
aku turun
dan gubrakkss..
aku terjatuh diantara lumpur dan kubangan
dan aku tersenyum
sore yang indah, yang tak akan terlupakan
*bandoeng, 2006*
diantara deru mobil lalu lalang yang tak pernah usai
kubangan-kubangan kecil dan tanah becek
aku tahu, hujan deras sempat mampir disini
sejenak kutatap
diujung barat sana, mentari berjuang keras menembus dinding tipis awan kelabu
ingin menyapa dunia di akhir hari
sebelum masuk keperaduannya
diseberang selatan bawah sana
sawah-sawah yang mulai menghijau tua warnanya
tampak diam membisu
meresapi setiap tetes air yang ditinggalkan sang awan sejenak tadi
hingga sekarang
angin hilang rimbanya, entah bersembunyi dimana dia
mobil-mobil bergerak angkuh
melaju cepat menghantam masa dan memangsa jarak
ada yang menyusul keperaduan sang surya
ada yang membelakangi sang surya
dibawahku tepat membujur dari utara keselatan
sebuah jalan sempit berlubang
menjadi tumpuan ratusan kendaraan yang merayap
menyelusupi setiap jengkal aspal dijalan itu
kutatap keutara, disana gedung bertingkat berdiri
diantara atap-atap rumah yang tidak memberi ruang untuk bernafas
semua bergerak
cepat ataupun merayap
menyusuri setiap gang sempit kehidupan
ah hujan ini membawaku kembali kelamunan
kubiarkan saja bajuku basah, perlahan aku berjalan turun
bergelayut diantara ranting dan dahan pohon yang tersisa
tak ingin terjebak dalam lamunan
aku turun
dan gubrakkss..
aku terjatuh diantara lumpur dan kubangan
dan aku tersenyum
sore yang indah, yang tak akan terlupakan
*bandoeng, 2006*
Monday, June 15, 2009
ceritakan tentang hujan
ceritakan padaku tentang hujan
tentang mentari yang tersembunyi dibalik awan-awan tebal
tentang tetes air yang mendedangkan suara kedamaian
butir-butirnya memandikan semua peluh dan debu
ceritakan padaku tentang hujan
yang menggemburkan setiap jengkal lahan-lahan yang kering kerontang
mengukir kembali senyum para petani yang mulai membungkuk pinggangnya dimakan usia
mengalirkan lagi parit yang terus mengeras tanahnya
ceritakan padaku tentang hujan
yang menemani kita membahasi tubuh
melahap puluhan kilometer perjalanan dengan berlarian
diiringi sendau gurau
ceritakan padaku tentang hujan
tentang airnya yang mengalir
dan bunyi kodok yang akan menemaniku sepanjang malam
membuaiku ke mimpi terindah
tentang impian dan kedamaian
ceritakan padaku tentang hujan
yang menorehkan kenangan di setiap detik dalam tetesannya
dalam kenangan yang tak pernah lekang
oleh seluruh musim kemarau yang ada
ceritakan padaku tentang hujan
nantikan kusampaikan kisahku kepadamu
melalui angin dan mendung.
tentang mentari yang tersembunyi dibalik awan-awan tebal
tentang tetes air yang mendedangkan suara kedamaian
butir-butirnya memandikan semua peluh dan debu
ceritakan padaku tentang hujan
yang menggemburkan setiap jengkal lahan-lahan yang kering kerontang
mengukir kembali senyum para petani yang mulai membungkuk pinggangnya dimakan usia
mengalirkan lagi parit yang terus mengeras tanahnya
ceritakan padaku tentang hujan
yang menemani kita membahasi tubuh
melahap puluhan kilometer perjalanan dengan berlarian
diiringi sendau gurau
ceritakan padaku tentang hujan
tentang airnya yang mengalir
dan bunyi kodok yang akan menemaniku sepanjang malam
membuaiku ke mimpi terindah
tentang impian dan kedamaian
ceritakan padaku tentang hujan
yang menorehkan kenangan di setiap detik dalam tetesannya
dalam kenangan yang tak pernah lekang
oleh seluruh musim kemarau yang ada
ceritakan padaku tentang hujan
nantikan kusampaikan kisahku kepadamu
melalui angin dan mendung.
Sunday, June 14, 2009
bahasa
a
i
u
e
o
itu yang merangkai kita
menautkan hati dalam kesepahaman
mengisyaratkan cinta, benci, senang, rindu, angkara, kepedihan dan cerita lainnya
memabukkan kita dalam anggur-anggur asrama
menguras seluruh isi air mata yang tersisa
mengocok setiap jengkal sel diperutmu
melampiaskan setiap beban yang kausandang
mengeluarkan setiap kisahmu dalam lembaran lembaran catatan berpena bahasa
o
e
u
i
a
i
u
e
o
itu yang merangkai kita
menautkan hati dalam kesepahaman
mengisyaratkan cinta, benci, senang, rindu, angkara, kepedihan dan cerita lainnya
memabukkan kita dalam anggur-anggur asrama
menguras seluruh isi air mata yang tersisa
mengocok setiap jengkal sel diperutmu
melampiaskan setiap beban yang kausandang
mengeluarkan setiap kisahmu dalam lembaran lembaran catatan berpena bahasa
o
e
u
i
a
jejak
di bawah lentera malam
aku diam membisu
melihat bayang-bayang suram dibawah kaki
diantara gulita malam
mencari sisa-sisa jejak langkah yang sempat kutinggal
di antara terik mentari sedari tadi
debu-debu mengangkatnya tipis menerjangkannya diantara jarak dan masa
berbekal kelap kelip pelita malam
aku terus mencoba
aku masih mencoba
mencoba mengais dan menautkan sisa-sisa jejak yang kutemui
sungguh berharap semua terkumpul
karena pelan-pelan akan kurangkai semuanya
kupasangkan diantara lentera malam
agar menunjukku kesatu arah yang kucari
aku diam membisu
melihat bayang-bayang suram dibawah kaki
diantara gulita malam
mencari sisa-sisa jejak langkah yang sempat kutinggal
di antara terik mentari sedari tadi
debu-debu mengangkatnya tipis menerjangkannya diantara jarak dan masa
berbekal kelap kelip pelita malam
aku terus mencoba
aku masih mencoba
mencoba mengais dan menautkan sisa-sisa jejak yang kutemui
sungguh berharap semua terkumpul
karena pelan-pelan akan kurangkai semuanya
kupasangkan diantara lentera malam
agar menunjukku kesatu arah yang kucari
Thursday, June 11, 2009
Wednesday, June 10, 2009
puisi hujan
Ini puisi hujan..
Airnya menerjang setiap inchi kemarau yang berkepanjangan
Embunnya memoles setiap jengkal hati yang lelah
Dinginnya meninabobokan duka dan luka
Cintanya merintis senyum dalam kelam
Dan..
Engkau hujanku
Menyiramku dari tidur perpanjangan
Meronai ruang jiwaku dengan pelangi syahdu
Melelehkan sendi-sendi keangkuhanku
Kan kutunggui awan, hingga membawamu kembali
kutahu kemarau akan lebih panjang
namun cintamu abadi disini, diantara air hujan yang kusimpan
dihati..
Airnya menerjang setiap inchi kemarau yang berkepanjangan
Embunnya memoles setiap jengkal hati yang lelah
Dinginnya meninabobokan duka dan luka
Cintanya merintis senyum dalam kelam
Dan..
Engkau hujanku
Menyiramku dari tidur perpanjangan
Meronai ruang jiwaku dengan pelangi syahdu
Melelehkan sendi-sendi keangkuhanku
Kan kutunggui awan, hingga membawamu kembali
kutahu kemarau akan lebih panjang
namun cintamu abadi disini, diantara air hujan yang kusimpan
dihati..
tentang cinta
cinta itu rumit dalam setiap kesederhanaannya
bersilat dan mengelit
berpadu dan berpendar
bersama dalam cerai berai
menembus ironi dan batas logika
cinta itu sederhana dalam jurang kerumitannya
cukup iya atau tidak
suka atau tidak
dan benci atau cinta
cukup kaupilih
bersilat dan mengelit
berpadu dan berpendar
bersama dalam cerai berai
menembus ironi dan batas logika
cinta itu sederhana dalam jurang kerumitannya
cukup iya atau tidak
suka atau tidak
dan benci atau cinta
cukup kaupilih
drama malam
Daun bergoyang beriringan
selembut dan segemulai nyanyian bayu
Jangkrik dan belalang tua bersenandung serak
berirama bersama penghuni malam yang lain
Daun tua perlahan tersurut jatuh
tertarik gravitasi tanpa tertahan
dan sang kunang-kunang mengiringinya
Bulan adalah ratunya
gemulai cantik memenuhi semesta
kadang tersipu malu
diambilnya sehelai awan yang kusam menutupi senyumnya
Aroma tanah bercampur hujan sempat tersedut memenuhi cakrawala
dan hilang berkibar oleh dayang dayang malam
tapi tak didunia sana
separuh pekat menutupinya
menjaganya untuk tetap ada dan tak kan hilang
Sedang beribu bahkan berjuta detak kehidupan
saling mengisi dan mengait
hingga fajar menyingsing
menggantinya dengan drama yang lain
tapi biarkanlah drama ini terjadi
Karena aku menikmatinya
kala dunia yang kutunggu tak jua sampai
*dan terucap salam untuk teman-teman malamku*
selembut dan segemulai nyanyian bayu
Jangkrik dan belalang tua bersenandung serak
berirama bersama penghuni malam yang lain
Daun tua perlahan tersurut jatuh
tertarik gravitasi tanpa tertahan
dan sang kunang-kunang mengiringinya
Bulan adalah ratunya
gemulai cantik memenuhi semesta
kadang tersipu malu
diambilnya sehelai awan yang kusam menutupi senyumnya
Aroma tanah bercampur hujan sempat tersedut memenuhi cakrawala
dan hilang berkibar oleh dayang dayang malam
tapi tak didunia sana
separuh pekat menutupinya
menjaganya untuk tetap ada dan tak kan hilang
Sedang beribu bahkan berjuta detak kehidupan
saling mengisi dan mengait
hingga fajar menyingsing
menggantinya dengan drama yang lain
tapi biarkanlah drama ini terjadi
Karena aku menikmatinya
kala dunia yang kutunggu tak jua sampai
*dan terucap salam untuk teman-teman malamku*
pekat
Akulah asap
hitam
pekat melayang, mengabur dan menghilang
dari pori-pori kayu kering
berlumut kerak, lapuk oleh cengkerama alam
*yang sempat tersimpan*
hitam
pekat melayang, mengabur dan menghilang
dari pori-pori kayu kering
berlumut kerak, lapuk oleh cengkerama alam
*yang sempat tersimpan*
dimana dia malam ini?
Dia sempat datang tadi siang, tapi hanya diam.
Aku berharap dia bercerita tapi tak kunjung mengalir kata2 yang kutunggu
Kubiarkan..
Tapi cerita berubah
Gerimis datang..
Tak kunjung kulihat dia
Hanya awan lembut disana, bersama angin malam mengantarnya sambil meringkuk
Kisah-kisahnya adalah pelangi
Walau dia tak pernah menaburkan warnanya
Aku sering menangis mendengar ceritanya sendunya
Tak jarang aku terpingkal-pingkal, melihat mimik mukanya, walau tanpa kata.
Dia sering bercerita tentang bintang
Tentang matahari pun sering dia bercerita
dan sekali sekali cerita tentang dirinya
Dia pendengar yang baik
Tak pernah menyelaku selayak aku bercerita pada bayang-bayang
Diakhir ceritaku dia masih saja diam, sampai kubilang ceritaku telah berakhir
Dia selalu jadi temanku ketika yang lain menjadi musuhku
Dia selalu jadi saudaraku ketika tak lagi ada yang memanggilku
Dia selalu jadi cintaku ketika semua membenciku
Kalau malam ini dia tak datang,
Kepada siapa cerita ini akan kubagi?
Aku tahu dia cintaku tapi bukan miliku
Tapi kumohon engkau mengerti tentang kisahku
Karena dia yang kutunggu di setiap detiknya..
Subscribe to:
Comments (Atom)










